Halaqah 108: Dalil Keempat

Halaqah 108: Dalil Keempat
Halaqah yang ke-108 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Kemudian beliau mengatakan
وَرَوَاهُ أَحْمَدُ: مِنْ طَرِيقِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، وَفِيهِ: «فَطُوبَى يَوْمَئِذٍ لِلغُرَبَاءِ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
Ini haditsnya Sa’ad bin Abi Waqqash disebutkan oleh mu’allif
عَنِ ابْنٍ لِسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ
Dari anak Sa’ad bin Abi Waqqash
قَالَ سَمِعْتُ أَبِي
Dia mengatakan aku mendengar bapakku, yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash
يَقُولُ
Beliau mengatakan
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ إِنَّ الْإِيمَانَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى يَوْمَئِذٍ لِلْغُرَبَاءِ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
Maka tūbā pada hari tersebut bagi orang-orang yang ghuroba’ ketika manusia dalam keadaan rusak. Ta’liq dari Syuaib Al-Arnauth isnad yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad dari Saad bin Abi Waqqash ini adalah isnad yang jayyid dan jahalahnya anak dari Sa’ad tadi karena disebutkan
عَنِ ابْنٍ لِسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ
Dari seorang anak Sa’ad bin Abi Waqqash, siapakah anak tersebut? Tidak disebutkan
Disini disebutkan عَنِ ابْنٍ dari seorang anak dari Saad bin Abi Waqqash. Para ulama menyebutkan bahwasanya seluruh anak-anak dari Sa’ad bin Abi Waqqash yang meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash semuanya tsiqah, mereka adalah para tabi’in yang tsiqah. Jadi ketika disebutkan anaknya tidak akan memudhoroti apakah yang meriwayatkan adalah anak yang itu atau yang ini semuanya sama karena semuanya tsiqah.
Kemudian disebutkan di dalam sebuah riwayat, yaitu di dalam riwayatnya Ibnu Mandah penyebutan nama anak tadi dia adalah ‘Amir Bin Sa’ad dan beliau adalah termasuk rowi-rowi yang dikeluarkan oleh al-Imām al-Bukhari dan juga Muslim di dalam shahihain.
Apa faedah dari penyebutan ziyadah ini
فَطُوبَى يَوْمَئِذٍ لِلْغُرَبَاءِ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
Apa faidahnya? Kalau yang tadi فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ sudah kita sebutkan tafsir dari sebagian ulama makna tūbā, jannah atau syajarah fil jannah, kapan itu, yaumul qiyamah, itu tūbā yang ada di hari kiamat. Ternyata didalam riwayat ini mereka juga mendapatkan pahala yang didahulukan di dunia
فَطُوبَى يَوْمَئِذٍ
mereka juga mendapatkan tūbā di hari tersebut, ini dorongan bagi kita bahwasanya kita juga akan mendapatkan pahala tūbā ini di hari tersebut ketika kita dianggap asing oleh manusia. Sehingga ada yang menafsirkan tūbā ini karena dia berasal dari أطيب, sesuatu yang paling baik, bahwasanya kehidupan orang-orang ghuroba’ tadi adalah kehidupan yang thayyibah, kehidupan yang paling baik, jadi bukan hanya mereka mendapatkan kebaikan dan sesuatu yang sangat baik di akhirat tapi juga dijadikan bahwasanya mereka akan mendapatkan tūbā di hari-hari mereka dianggap asing tadi.
Orang mungkin melihat susah kayanya menjadi seorang sunni, menjadi seorang salafi, kok hidup kayaknya jadi ribet, itu pandangan mereka. Menganggap kita ini menyusahkan diri kita sendiri, pergi harus pakai mahrom, memakai pakaian harus demikian, harus duduk belajar, kayaknya tidak ada kesenangan hidup, itu pandangan mereka.
Padahal Allāh ﷻ justru memberikan di dalam kehidupan kita kehidupan yang thoyyibah, kehidupan yang baik, bahkan dia adalah tūbā, kehidupan yang paling baik karena kita berpegang teguh dengan syariat Islam yang didalamnya ada maslahat bagi manusia, diturunkan oleh Allāh ﷻ yang Maha Mengetahui, yang Maha Bijaksana. Orang yang berpegang teguh dengan Islam yang murni tadi maka dia akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan hidup.
Jadi kalau kita benar-benar kāffah di dalam Islam kita, maka kita akan mendapatkan apa yang dijanjikan, akan mendapatkan tūbā baik di dunia maupun di akhirat, adapun kalau kita masih termasuk golongan orang yang masih separuh-separuh, Islamnya tidak kaffah, masih melakukan bid’ah, masih melakukan syirik yang asghor misalnya, maka jangan harap dia mendapatkan apa yang dijanjikan di sini.
Orang yang mendapatkan tūbā maka mereka adalah orang-orang yang benar-benar ghuroba’, ghuroba’nya adalah dengan sebab mereka mengamalkan Islam itu sendiri, maka mereka akan mendapatkan kehidupan yang baik
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ
An-Nahl: 97
Sungguh kami akan menghidupkan mereka dengan kehidupan yang baik, dengan sebab mereka mengikuti Islam yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
Kemudian beliau mengatakan
وَلِلْتِرْمِذِيِّ: مِنْ حَدِيثِ كَثِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ: «طُوبَى لِلْغُرَبَاء الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ سُنَّتِي
Ini yang dimaksud oleh beliau
حَدَّثَنِي كَثِيرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَوْفِ بْنِ زَيْدِ بْنِ مِلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدِّينَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْحِجَازِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا وَلَيَعْقِلَنَّ الدِّينُ مِنْ الْحِجَازِ مَعْقِلَ الْأُرْوِيَّةِ مِنْ رَأْسِ الْجَبَلِ إِنَّ الدِّينَ بَدَأَ غَرِيبًا وَيَرْجِعُ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي
Ini lafadznya
الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي
Dikeluarkan juga oleh ath-Thabrani, juga oleh Abu Nu’aim di dalam Hilyatul Aulia dan Syaikh al-Albani beliau menghukumi hadits ini dengan dhaifun jiddan, meskipun At-Tirmidzi beliau mengatakan hasan sahih.
Kenapa belum mendatangkan lafadz ini, apa yang beda dengan sebelumnya. Bahwasanya rusaknya bukan karena dunia, hancurnya dunia, ekonomi yang rusak dan seterusnya tapi karena sebab Islam yang mereka tinggalkan sehingga mereka rusak.
Sisi yang lain, jadi orang-orang yang ghuroba’ tadi mereka bukan berarti berdiam diri, sholeh untuk dirinya sendiri, tidak, mereka juga memikirkan orang lain dan ini menambah keanehan juga, dia bukan hanya sekedar shaleh terhadap dirinya sendiri tapi di tengah-tengah manusia yang rusak tadi dia sempat mengajak berusaha untuk memperbaiki orang lain, mendakwahi mereka, ini sesuatu yang aneh.
Sekedar dia berpegang teguh dengan Islam, shalat berjamaah, melakukan adab-adab islam, itu sudah keanehan ditambah lagi dia mengajak orang lain untuk baik, memperbaiki apa yang dirusak oleh manusia, مِنْ سُنَّتِي mereka merusak sunnah Nabi ﷺ menggantinya dengan bid’ah, ini merusak.
Sementara mereka yaitu orang-orang yang ghuroba’ tadi mereka sibuk untuk يُصْلِحُونَ, apa yang dirusak oleh manusia, dicemari sunnah Nabi ﷺ, mereka jelaskan dengan ilmu, ini bukan termasuk sunnah Nabi ﷺ, disingkirkan, ini adalah bid’ah, ini yang sunnah yang murni ini, kerjakan dan amalkan yang murni saja, jauhkan yang bid’ah ini, berarti ini adalah
يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ
Ini menunjukkan tentang sifat yang lain dari ghuroba’ tadi bahwasanya mereka bukan hanya orang yang sibuk dengan dirinya sendiri, mementingkan dirinya sendiri tapi mereka juga berdakwah, berusaha untuk memperbaiki apa yang dirusak oleh manusia.
Dan ini yang menjadi kelebihan salafiyyun, ahlussunnah wal jama’ah, ketika mereka mendapatkan hidayah maka mereka berusaha untuk menyampaikan hidayah ini kepada orang lain termasuk di antaranya adalah orang-orang yang paling dekat dengan dirinya, dia sampaikan dakwah ini kepada orang tuanya, kepada istrinya, kepada anaknya, kepada teman-temannya dahulu, kepada teman kantornya, kepada teman-temannya sekampung, berusaha untuk menyampaikan dakwah ini kepada mereka, maka inilah keadaan orang-orang yang asing di hari-hari tersebut.
Jadi inilah kenapa Syaikh rahimahullah membawakan riwayat-riwayat ini, karena masing-masing dari riwayat-riwayat tadi ada faedahnya yang tidak dimiliki oleh yang lain.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top