Halaqah yang ke-102 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Kemudian disebutkan didalam ucapan Abul ‘āliyah
وَتَفْسِيرُ الإِسْلَامِ بِالسُّنَّةِ
Di dalamnya juga ada penjelasan atau tafsir Islam dengan sunnah, dari mana diambil, karena sebelumnya وَعَلَيْكُمْ بِالصِّرَاطِ المُسْتَقِيمِ، فَإِنَّهُ الإِسْلَامُ kemudian setelahnya وَعَلَيْكُمْ بِسُنَّةِ نَبِيِّكُمْ dan semuanya adalah lawan dari hawa nafsu, dan sudah kita sebutkan (halaqah 12) ucapan dari al Imam Al Barbahari
الإسلام هو السنة والسنة هي الإسلام
وَخَوْفَهُ عَلَى أَعْلَامِ التَّابِعِينَ وَعُلَمَائِهِمْ مِنَ الخُرُوجِ عَنِ السُّنَّةِ
Dan dari ucapan ini kita mengetahui tentang rasa takutnya beliau, takutnya Abul ‘āliyah kalau sampai ini menimpa para tabi’in, karena beliau mengatakan
تَعَلَّمُوا الإِسْلَامَ
hendaklah kalian, ini beliau berbicara dengan para tabi’in
فَإِذَا عَلِمْتُمُوهُ
kalau kalian sudah belajar, berarti beliau berbicara kepada thullābul ‘ilm, berbicara kepada para ulamanya, kalau sudah mempelajari Islam
فَلَا تَرْغَبُوا عَنْهُ
jangan kalian membencinya, kalian jangan menjauhinya.
Maka disini kita lihat bagaimana takutnya beliau hal ini menimpa para tabi’in dan juga para ulama tabi’in jangan sampai mereka keluar dari Islam, keluar dari sunnah. Kalau ini terjadi pada seorang semisal Abul ‘āliyah dan beliau berbicara dengan kaum yang telah dikabarkan oleh Nabi ﷺ
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
kemudian orang-orang yang mengikuti mereka yaitu setelah para sahabat, dipuji oleh Nabi ﷺ, meskipun demikian Abul ‘āliyah khawatir akan menimpa para tabi’in tersebut
رَغبَ عَنِ الإِسْلَامِ والسنة
lalu bagaimana dengan kita yang jauh dari mereka baik dari sisi zaman maupun dari sisi Iman, tentunya kita harus lebih takut lagi mengikuti hawa nafsu-hawa nafsu tadi.
يَتَبَيَّنُ لَكَ
maka akan jelas bagimu
مَعْنَى قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ﴾ [البقرة: 131]،
Dari sini engkau mengetahui makna dari firman Allāh ﷻ
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ
Siapa yang diperintahkan disini ? Ibrahim, disuruh untuk Islam.
Maka kita mengetahui makna ayat ini kenapa Allāh ﷻ memerintahkan, jangankan para tabi’in yang mereka dipuji Nabi ﷺ dikatakan oleh Abul ‘āliyah
فَإِذَا عَلِمْتُمُوهُ فَلَا تَرْغَبُوا عَنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالصِّرَاطِ المُسْتَقِيمِ، فَإِنَّهُ الإِسْلَام
Nabi Ibrahim saja diperintahkan oleh Allāh ﷻ untuk aslim, maksudnya adalah Istiqomah di atas Islam. Nabi Ibrahim disuruh untuk Istiqomah, berarti di sini kita memahami makna kenapa Allāh ﷻ menyuruh Nabi-Nyauntuk Istiqomah.
Tidak ada yang merasa aman di antara kita, dari fitnah keluar dari sunnah, keluar dari Islam karena hati manusia ini berada di antara dua jari di antara jari-jari Allāh ﷻ, sangat mudah sekali Allāh ﷻ bolak-balikkan. Nabi ﷺ mengatakan bahwasanya hati-hati kita itu berada diantara dua jari Allāh ﷻ, Allāh ﷻ membolak-balikkan hati manusia sesuai dengan kehendaknya.
Dan kita mengetahui tentang firman Allāh ﷻ
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ [البقرة: 132
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 132)
Kita memahami ayat ini bahwasanya ayat ini berisi tentang wasiat dan perintah Ibrahim kepada anak-anaknya dan juga Ya’qub kepada anak-anaknya untuk Istiqomah di atas Islam, jangan sampai melenceng dari Islam, dan kita memahami firman Allāh ﷻ
وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ﴾ [البقرة: 130].
Tidaklah membenci millahnya Ibrahim kecuali orang yang menjadikan dirinya bodoh, kecuali orang yang bodoh, orang yang melenceng dari Islam, tidak Istiqomah di atas Islam, itu adalah orang yang سَفِه orang yang bodoh, karena orang yang berakal menginginkan kebahagiaan bagi dirinya dan kebahagiaan yang sebenarnya adalah kebahagiaan yang Allāh ﷻ janjikan dengan islam ini.
Maka orang yang berusaha mencari kebahagiaan di luar Islam ini adalah orang yang bodoh dan ayat ini menunjukkan tentang wajibnya kita untuk Istiqomah di atas Islam
وَأَشْبَاهِ هَذِهِ الأُصُولِ الكِبَارِ
Dan ayat-ayat yang serupa dengan ayat-ayat yang agung ini, أُصُول terkadang maknanya adalah dalil, waashlu hādzihil mas’alah atau asal dari permasalahannya adalah firman Allāh ﷻ, maksudnya adalah dalil, karena dalil ini memang menjadi yang utama dia yang menjadi pegangan bagi kita
وَأَشْبَاهِ هَذِهِ الأُصُولِ الكِبَارِ الَّتِي هِيَ أَصْلُ الأُصُولِ، وَالنَّاسُ عَنْهَا فِي غَفْلَةٍ
Dan semisal dengan dalil-dalil yang besar ini atau pondasi-pondasi yang besar ini, yang dia adalah pokok dari pokok pokoknya dan bahwasanya manusia berada di dalam kelalaian di dalam masalah ini. Banyak orang yang lalai tentang pentingnya istiqomah di atas Islam dan bahwasanya bid’ah ini adalah sesuatu yang bertentangan dengan Islam
وَبِمَعْرِفَتِهَا يَتَبَيَّنُ مَعْنَى الأَحَادِيثِ فِي هَذَا البَابِ وَأَمْثَالِهَا
Dan dengan mengenal ini, dengan memahami ucapan Abul ‘āliyah ini, engkau bisa memahami dengan baik makna hadits-hadits yang ada di dalam bab ini dan yang semisalnya, maksudnya adalah hadits-hadits yang kita sebutkan yang isinya adalah perintah untuk Istiqomah di atas Islam seperti hadits Hudzaifah Ibnu Yaman, ma min maulūdin yūladu ‘alal fitrah kemudian juga hadits-hadits tentang haudh maka ini semua kita memahami kenapa kita harus istiqomah di atas Islam dan larangan kita untuk melakukan bid’ah di dalam agama.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]