Halaqah yang ke-80 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan
بَابُ مَا جَاءَ فِي أَنَّ اللَّهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَلَى صَاحِبِ البِدْعَةِ
Bab apa-apa yang datang bahwasanya Allāh ﷻ menghalangi taubat dari pelaku atau orang yang melakukan bid’ah.
Dalil yang datang yang menjelaskan bahwasanya Allāh ﷻ menghalangi taubat dari orang yang melakukan bid’ah, shahibul bid’ah bisa amilul bid’ah, orang yang melakukan bid’ah atau mubtadi’. Bab ini sebenarnya masuk di dalam Bab yang isinya adalah ancaman bagi orang yang melakukan bid’ah, kalau bab yang sebelumnya juga menunjukkan tentang jeleknya bid’ah dari sisi bahwasanya bid’ah itu lebih besar daripada dosa besar.
Maka kalau kita sebutkan kejelekan bid’ah yang pertama diantaranya adalah ia lebih besar daripada dosa besar dalilnya adalah demikian dan demikian dan demikian, kemudian yang kedua kejelekan bid’ah bahwasanya Allāh ﷻ menghalangi orang yang melakukan bid’ah tadi dari taubat dan maksud menghalangi di sini adalah sulit untuk taubat kepada Allāh ﷻ, bukan berarti mustahil pelaku bid’ah itu rujuk kembali kepada sunnah tapi sesuatu yang sulit, jarang.
Kenapa demikian, karena orang yang melakukan bid’ah memandang bahwasanya dirinya sedang melakukan kebaikan, dihias-hiasi oleh setan memandang bahwasanya bid’ah tadi adalah perkara yang baik sebagaimana dalam ayat
قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا [ الكهف:103-104]
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [Al Kahf:103-104]
Sesat dia semangat untuk melakukan amalan tapi dia tidak berdasarkan ilmu.
ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا
Orang yang demikian sulit untuk dinasehati sulit untuk di dakwahi, menganggap bahwasanya dirinya berada di atas jalan yang benar. Bagaimana orang yang merasa dirinya sudah berada di atas jalan yang benar, kemudian bertobat dan rujuk kepada Allah ﷻ, sulit.
Berbeda dengan ahlul maksiat yang dia merasa dan menyadari bahwasanya dia berada diatas kejelekan, apa yang dilakukan adalah tidak benar dan dia berada di lembah yang gelap di lembah hitam, itu mereka sadari. Banyak diantara mereka yang berangan-angan siapa atau kapan saya meninggalkan pekerjaan ini. Dia sendiri sudah muak dengan pekerjaannya dan muak melihat orang yang melakukan seperti yang dia lakukan, itu ahlul maksiat. Dia minum minuman keras dan dia tidak memandang dirinya berada di atas kebenaran, menganggap dirinya hina, saya salah saya keliru saya dosa dan berangan-angan untuk bertobat kepada Allāh ﷻ.
Ini adalah keadaan ahlul maksiat sehingga orang yang demikian antum bicara sedikit kepadanya mengingatkan dia, dia akan mengatakan ia saya sadar saya salah, saya sadar dan saya tahu bahwasanya zina ini tidak boleh tapi saya kepepet tapi anak saya perlu uang untuk sekolah dan seterusnya. Itu alasan yang dia sebutkan dan alasan itu tentunya alasan yang tidak dibenarkan tapi dia sadar bahwasanya dia adalah orang yang salah, tanpa antum menyebutkan darinya dia sudah percaya itu adalah perbuatan yang haram.
Itu keadaan ahlul maksiat, sehingga orang yang demikian lebih mudah untuk bertobat kepada Allāh ﷻ daripada orang-orang yang melakukan bid’ah dan tentunya ini adalah menunjukkan tentang kejelekan bid’ah itu sendiri sampai Allāh ﷻ menyulitkan atau menjadikan sulit orang tersebut kembali kepada Allāh ﷻ dan bertaubat dari kebid’ahannya.
Beliau mengatakan
هَذَا مَرْوِيٌّ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ رضي الله عنه
Hadits ini diriwayatkan dari haditsnya Anas رضي الله عنه
هَذَا kembali ke mana ini, padahal sebelumnya beliau tidak menyebutkan hadits, diriwayatkan dari haditsnya Anas. Haditsnya digunakan oleh beliau sebagai judul bab
بَابُ مَا جَاءَ أَنَّ اللَّهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَلَى صَاحِبِ البِدْعَةِ
Sebagaimana dilakukan oleh para ulama di antaranya adalah Al-Imam Al-Bukhari, terkadang beliau membuat bab diambil dari hadits dan ini termasuk yang paling mudah ketika imam Bukhari membuat sebuah bab diambil dari lafadz hadits ini mudah sekali seseorang untuk memahaminya, termasuk di sini beliau membuat sebuah bab dengan lafadz hadits.
Hadits ini diriwayatkan oleh Anas
إنَّ اللَّهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَلَى كلّ صَاحِبِ البِدْعَةِ
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, As-Sijzi dan juga yang lain, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani. Dan ada lafadz yang lain احْتَجَب dan maknanya yang sama yaitu menghalangi, dari haditsnya Anas رضي الله تعالى عنه diriwayatkan oleh Thabrani didalam Al-Ausath dan juga Ishaq ibn rahuyah dan dia adalah hadits yang shahih, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani rahimahullah.
Dan juga diriwayatkan dari marasil al-hasan yaitu Hasan Al-Bashri rahimahullah juga meriwayatkan hadits ini tapi haditsnya Mursal dan hadits yang Mursal ini termasuk hadits yang dhoif, itu kalau diriwayatkan dari riwayatnya Hasan, tapi sudah adalah hadits yang shahih dari haditsnya Anas. Ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah dari sisi yang lain, menghalangi orang yang melakukannya dari pintu tobat berbeda dengan kemaksiatan.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]