Halaqah yang ke-73 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Sampai kita pada
باب ما جاء أن البدعة أشد من الكبائر
Beliau mengatakan
وفيه أيضا
Fiihi disini adalah didalam hadits yang shahih, ternyata yang meriwayatkan bukan Bukhari & Muslim, tapi dia diriwayatkan oleh Imam Muslim saja, dari Umum Salamah, beliau menyatakan
«سَتَكُونُ أُمَرَاء فَتَعْرِفُونَ وتُنْكِرون»
Akan ada pemimpin²
(amir²) maka engkau mengenal & kalian mengingkari.
Ta’ rifun – تَعْرِفُونَ – maksudnya kalian tau bahwasanya mereka melakukan sesuatu yang ma’ruf dikenal didalam syariat (sesuatu yang ma’ruf) bukan sesuatu yang mungkar, وتُنْكِرون dan kalian mengingkari.
Ada sebagian yang kita kenal amalan tersebut adalah maruf/boleh didalam syariat /disyariatkan ada diantaranya yang merupakan amalan yang mungkar.
Menunjukkan bahwasanya umara tadi makhluk masih tercampur amalannya antara yang baik & juga yang jelek
فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ
Barangsiapa yang mengenal sungguh dia telah berlepas diri.
Ini Adalah mengenal & dia mengingkari hatinya maka sungguh dia telah berlepas diri
وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ
Barangsiapa yang mengingkari maka dia selamat,
Artinya bukan hanya sekedar mengingkari dengan hati (seperti yang pertama) tapi dia dengan lisannya, berani dan ini tidak mengharuskan mengingkari dengan Jahr
وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ
Barang siapa yang mengingkari dengan lisannya(misalnya) maka dia telah selamat, jangan diartikan mengingkari dengan lisan itu maksudnya adalah jahr atau demo, seperti yang dipahami oleh sebagian, ketika mereka memahmi
كلمة باطل عند سلطان جائر
Kalimat yang benar yang disampaikan di depan pemimpin yang dholim, kemudian membayangkan seperti yang dilakukan oleh sebagian dengan cara demo, dengan cara membeberkan kesalahan² dia depan orang banyak (bukan itu maksudnya), tidak ada kelaziman mengingkari dengan lisan kemudian demo & juga dibeberkan didepan orang lain, seandainya seseorang berduan dengan pemimpin tersebut kemudian dia mengingkari dengan lisannya & mengatakan wahai Amir bertaqwalah kepada Allah, ini termasuk juga mengingkari dengan lisannya & tidak harus dia lakukan itu dihadapan orang banyak & ini pun di namakan dengan inkaru Mungkar
وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ
Barang siapa yang mengingkari maka dia selamat
وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ
Yang celaka adalah orang yang ridho tidak ada pengingkaran didalam hatinya, beda dengan yang pertama tadi dia (Arof/dia tau & mengingkari) adapun yang ini dia maka ridho dengan kemungkaran tersebut – وَتَابَعَ – ditambah lagi dia mengikuti kemungkaran, ridha & dia mengikuti kemungkaran. Maka ini adalah orang yang celaka
قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ
Mereka (para shahabat) mengatakan ketika diberi tahu tentang kedatangan & akan datangnya umaro/pemimpin² yang mereka memiliki sifat tadi melakukan yang maruf & juga melakukan yang mungkar menunjukkan bahwasanya mereka ini mungkin melakukan kefasikan karena kefasikan merupakan perkara yang mungkar atau mereka melakukan kedholiman & ini juga masuk kemungkaran.
Jadi Mungkar masuk didalamnya al Fisk (kefasikan) juga kedholiman
قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ
Apakah kita memerangi mereka.
Mereka menjadi pemimpin diberikan djadikan amanah namun melakukan kemungkaran baik mendholimi rakyatnya atau melakukan kefasikan, kefasikan ini untuk dirinya sendiri tidak sampai dia mendholimi orang lain tapi kalau kedholiman untuk pengaruhnya juga kepada orang lain
قَالَ لَا مَا صَلَّوْا
Maka Nabi ﷺ mengatakan Tidak,
Tidak maksudnya adalah – نُقَاتِلُهُمْ – janganlah kalian memerangi mereka, karena kalau memerangi mereka akan terjadi mudhorot yang lebih besar.
Benar bahwasanya kedholiman mereka ini mudhorot, kefasikan mereka ini mudhorot tapi memerangi mereka & keluar kamudian memberontak kepada mereka ini kemudhorotannya lebih besar & syariat kita adalah syariat yang
❶ Mungkin dia adalah tujuannya syariat tersebut menghilangkan ke mudhorotan
❷ Meringankan kemudhorotan
Kalau tidak menghilangkan kemudhorotan secara keseluruhan maka dia mengurangi kemudhorotan tersebut, ini kaidah didalam syariat.
Kalau sesepuh dengan khurujnya dia / dengan dia memerangi pemimpin² yang dholim tadi justru terjadi kemungkaran yang lebih besar & ini gholib nya demikian maka tentunya keluar & memberontak kepada mereka ini bukan sesuatu yang syariat kan karena nanti terjadi mudhorot yang lebih besar & ini yang waqi (terjadi), tidak ada disebuah pemberontakan disebuah negara /disebuah daérah kepada pemimpin yang syari kecuali setelah nya kehancuran & juga kebinasaan, sebuah kota yang sebelumnya hidup dengan manusianya tidak lama setengah – satu bulan setelah itu sudah menjadi kota yang mati yang tidak dihuni oleh manusia.
Seandainya mereka mau bersabar kehilangan 1 rumah (misalnya) & mereka mau bersabar niscaya ribuan rumah akan terselamatkan tapi kalau gara² 1 rumah kemudian dibesarkan oleh mereka, kemudian mereka mengatakan ini adalah kedholiman-kedholiman kemudian memberontak kepada penguasa maka yang akan terjadi ribuan atau puluh ribuan akan hancur & juga binasa. Kalau mau mereka bersabar ada satu orang yang mungkin dibunuh – dipenjara secara dholim niscaya akan selamat ribuan manusia tapi ketika mereka tidak mau bersabar terluka sebagian tokoh mereka atau dipenjara sebagian tanpa hak kemudian mereka melakukan pemberontakan kemudian terjadi peperangan dengan sebab mereka tidak bersabar karena 1 orang terbunuh akibatnya menjadi ribuan atau puluhan ribu manusia mereka terbunuh bukan demikian tujuan syariat Islām Inkarul Mungkar didalam Islām ada dhowabit, Allāh Subhanahu wa Taāla mensyariatkan bagi kita samuanya untuk mendengar & taat kepada penguasa & bersabar atas kedholiman mereka & kefasikan kedholiman mereka tidak menghalalkan sesepuh memberontak kepada penguasa & ini semua Allāh syariatkan adalah untuk mashlahat bagi kita sendiri jangan kita menyangka ini disyariatkan adalah untuk enaknya penguasa & juga pemimpin, jangan kita mengira ini adalah untuk supaya pemimpin² tersebut & supaya penguasa² tersebut merasakan enanknya-nikmatnya (Tidak).
Syariat ini yaitu – السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ آمَرَ – ini adalah untuk kepentingan diri kita sendirinya.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]