Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata,
الخَامِسُ: مَنْ أَبْغَضَ شَيْئًا مِمَّا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ ﷺ وَلَوْ عَمِلَ بِهِ، كَفَرَ إِجمَاعًا
وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
Yang ke lima:
“Barangsiapa yang membenci sesuatu diantara yang dibawa Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam meskipun dia mengamalkannya, maka dia telah kufur dengan ijma’. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya ‘Yang demikian karena mereka membenci apa yang diturunkan oleh Allah, maka Allah membatalkan amalan-amalan mereka.’”
Ucapan beliau شَيْئًا artinya ‘sesuatu’, tidak harus membenci semuanya.
مِمَّا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ, diantara yang dibawa oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, yaitu baik berupa Al Qur’an maupun Al Hadits, dan apa yang ada di dalam keduanya berupa hukum-hukum maupun kabar-kabar.
وَلَوْ عَمِلَ بِهِ, meskipun dia mengamalkannya. Menunjukkan bahwa seseorang meskipun dia mengamalkan, kalau dia membenci syari’at tersebut, maka akan menjadi sebab keluarnya dia dari Islam.
Orang-orang munafik di zaman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam terkadang mereka berjihad, sholat lima waktu berjamaah di masjid, berinfak, tetapi mereka membenci semuanya itu di dalam hati mereka. Secara umum mereka membenci syari’at Islam.
Allah mengatakan,
(وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقَـٰتُهُمۡ إِلَّاۤ أَنَّهُمۡ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا یَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمۡ كُسَالَىٰ وَلَا یُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَـٰرِهُونَ)
[Surat At-Tawbah 54]
“Dan tidaklah mencegah dari menerima shodaqoh-shodaqoh mereka (orang-orang munafik) kecuali karena mereka kufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka tidak melakukan sholat kecuali dalam keadaan malas dan mereka tidak berinfak/bershodaqoh kecuali dalam keadaan benci dengan shodaqoh tersebut.
Seorang muslim harus ridho Allah sebagai Rabb-nya dan rela Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabinya dan ridho Islam sebagai agamanya.
Seorang muslim mencintai seluruh apa yang datang dari Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan tidak membencinya. Mengetahui bahwa petunjuk Beliau di dalamnya ada kebaikan untuk dirinya di dunia dan di akhirat. Dia berusaha memerangi segala bisikan syaithan yang menghalangi dia dari melakukan petunjuk tersebut.
Dan dalil yang menunjukkan kekufuran orang yang membenci apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah firman Allah,
(وَٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ فَتَعۡسࣰا لَّهُمۡ وَأَضَلَّ أَعۡمَـٰلَهُمۡ ذَ لِكَ بِأَنَّهُمۡ كَرِهُوا۟ مَاۤ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأَحۡبَطَ أَعۡمَـٰلَهُمۡ)
[Surat Muhammad 8 – 9]
“Dan orang-orang kafir, maka kecelakaan bagi mereka dan Allah membatalkan amalan mereka. Yang demikian, karena mereka membenci apa yang Allah turunkan. Maka Allah pun menghapuskan seluruh amalan mereka.”
Ketika Allah membicarakan tentang orang-orang kafir, Allah sebutkan diantara sebab kekufuran mereka adalah membenci apa yang Allah turunkan.
Dan yang dimaksud dengan ‘apa yang diturunkan oleh Allah’ di sini adalah Al Qur’an. Dan ini mencakup semua yang terkandung di dalamnya. Termasuk tentang Tauhid, Kerasulan, Hari Kebangkitan, dan lainnya.
Kekafiran mereka adalah penyebab batalnya amalan-amalan mereka. Yang dimaksud dengan ‘amalan yang batal’ di sini adalah amalan yang mereka harapkan manfaatnya di dunia, mereka mengharapkan amalan kebaikan tersebut mendapat keridhoan dari Allah dan keridhoan berhala-berhala mereka agar mereka mendapatkan kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang melimpah, keselamatan, kesehatan.
Dan yang dimaksud dengan ‘batalnya’ adalah tidak terwujud apa yang mereka harapkan tersebut.
Diantara hal yang harus dipahami:
1. Kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang, bukan berarti dia benci dengan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Terkadang seseorang melakukan sebuah kemaksiatan, melakukan hal yang diharamkan Allah, akan tetapi di dalam hatinya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dia sebenarnya membenci kemaksiatan tersebut. Namun hawa nafsu dan bisikan syaithan menjadikan dia melakukan kemaksiatan tersebut.
Allah berfirman,
( لَاۤ أُقۡسِمُ بِیَوۡمِ ٱلۡقِیَـٰمَةِ وَلَاۤ أُقۡسِمُ بِٱلنَّفۡسِ ٱللَّوَّامَةِ)
[Surat Al-Qiyamah 1 – 2]
“Aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu mencela (dirinya sendiri).
Maksudnya adalah jiwa yang ketika dia melakukan kemaksiatan, dia mencela dirinya sendiri.
Ketika kita sendiri merasakan di dalam jiwa kita kebencian dengan kemaksiatan meskipun terkadang kita melakukannya.
Dalam sebuah hadits dari Umar bin Khatab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, ada seorang laki-laki di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bernama Abdullah. Gelarnya Himar (حِمَار). Dahulu sering menghibur Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan Nabi dahulu mencambuk beliau dengan sebab minum minuman keras.
Suatu saat laki-laki tersebut didatangkan dan diperintahkan untuk dicambuk karena minum minuman keras. Kemudian ada seseorang yang berkata, “Ya Allah, laknatlah dia. Betapa sering dia dibawa ke sini.” Maka Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Janganlah kalian melaknat laki-laki ini. Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali dia adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.” [HR Bukhari dan Muslim].
Ini menunjukkan bahwa kemaksiatan tidak menunjukkan kebencian kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Kita harus membedakan antara الكُرهُ الإِعتِقَادِي, kebencian yang merupakan keyakinan. Dia membenci syari’at Allah baik syari’at tersebut berat atau tidak. Dan inilah yang merupakan kekufuran.
Dan الكُرهُ الطَّبِيعِي kebencian yang merupakan tabiat manusia, seperti kebencian karena beratnya syari’at tersebut bagi dirinya, disertai keyakinan bahwa syari’at Allah itulah yang benar. Di dalamnya ada kebaikan dan harus diikuti, seperti berat bagi seseorang berperang karena harus menahan sakit ketika terluka, berpisah dengan keluarga, dll. Seperti beratnya seseorang ketika berwudhu di waktu yang dingin. Maka kebencian seperti ini adalah tabiat manusia, bukan merupakan kekufuran.
Allah berfirman,
(كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهࣱ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰۤ أَن تَكۡرَهُوا۟ شَیۡـࣰٔا وَهُوَ خَیۡرࣱ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰۤ أَن تُحِبُّوا۟ شَیۡـࣰٔا وَهُوَ شَرࣱّ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ)
[Surat Al-Baqarah 216]
“Telah diwajibkan atas kalian berperang, sedangkan itu adalah sesuatu yang kalian benci. Dan mungkin kalian membenci sesuatu sedangkan itu lebih baik bagi kalian. Dan terkadang kalian mencintai sesuatu tapi itu jelek bagi kalian. Dan Allah, Dialah Yang Mengetahui dan kalian tidak mengetahui.”
Dan Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian, apa yang dengannya Allah menghapus dosa kalian dan mengangkat derajat kalian? Mereka berkata, Iya wahai Rasulullah. Beliau berkata, ‘Menyempurnakan wudhu ketika dalam keadaan yang dibenci, memperbanyak langkah ke masjid, menunggu sholat setelah melakukan sholat, maka itulah Ar Ribath, menjaga yang sebenarnya.” [HR Muslim]
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Nawaqidul Islam]