Beliau rahimahullāh mengatakan:
اَلْأَصْلُ السَّادِسُ :
رَدُّ الشُّبْهَةِ(1) التِيْ وَضَعَهَا الشَّيْطَانُ فِيْ تَرْكِ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ وَاتِّبَاعِ الْآرَاءِ وَالْأَهْوَاءِ الْمُتَفَرِّقَةِ الْمُخْتَلِفَةِ ، وَهِيَ أَيْ الشُّبْهَةِ(2) التِيْ وَضَعَهَا الشَّيْطَانُ هِيَ أَنَّ الْقُرْآنَ وَالسُّنَّةَ لَا يَعْرِفُهُمَا إِلَّا الْمُجْتَهِدُ الْمُطْلَقُ، وَالْمُجْتَهِدُ هُوَ الْمَوْصُوْفُ بِكَذَا وَكَذَا أَوْصَافًا لَعَلَّهَا لَا تُوْجَدُ تَامَّةً فِيْ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ
• Pokok yang keenam :
Adalah membantah kerancuan yang telah diletakkan oleh syaithān untuk meninggalkan Al Qur’ān dan juga sunnah dan supaya mengikuti pendapat-pendapat dan hawa-hawa yang saling berbeda dan saling berpecah belah.
Dan subhat (kerancuan) tersebut bahwasanya Al Qur’ān dan juga sunnah tidak dipahami kecuali oleh seorang yang mujtahid mutlaq.
Mujtahid menurut mereka adalah seseorang yang memiliki sifat ini dan ini, sifat-sifat yang mungkin tidak dimiliki oleh seseorang seperti Abū Bakar dan Umar.
Ini adalah pokok perkara yang keenam yang ingin beliau sampaikan (yaitu) ingin membantah kerancuan (subhat) yang telah diletakkan oleh syaithān didalam mengajak manusia meninggalkan Al Qur’ān, meninggal As Sunnah dan mengajak manusia untuk mengikuti pendapat-pendapat dan mengikuti hawa-hawa nafsu dan ini adalah subhat yang terkadang masih ada diantara kita yang mengamalkannya, mengikutinya.
Syaithān berusaha untuk menjauhkan manusia dari petunjuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla ketika melaknat syaithān dan mengeluarkan dari Surga demikian pula menurunkan nabi Ādam alayhissallām maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga menurunkan petunjuk yang barangsiapa mengikuti petunjuk tersebut maka dia akan selamat di dunia juga di akhirat.
Namun barangsiapa yang berpaling dari petunjuk yang sudah Allāh turunkan maka dia akan celaka.
قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡهَا جَمِيعٗاۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
Kami katakan, “Hendaklah kalian turun semuanya baik nabi Ādam alayhissallām maupun syaithān, apabila telah datang kepada kalian huda petunjuk dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk ku yang telah diturunkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla, maka tidak ada ketakutan baginya dan mereka tidak akan bersedih”
Dan syaithān ketika melihat bahwasanya ini adalah petunjuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang apabila di ikuti seseorang akan selamat mendapat petunjuk maka di berusaha untuk menjauhkan manusia dari memahami petunjuk Allāh mengilmui apalagi mengamalkan petunjuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Diantara caranya seperti yang disebutkan oleh pengarang disini subhat (kerancuan) yang diletakkan oleh syaithān supaya manusia meninggal Al Qur’ān dan As Sunnah dan supaya mereka hanya mengikuti pendapat-pendapat manusia dan hawa nafsu mereka.
Apa kerancuan tersebut?
Syaithān membisikan, mengajarkan bahwanya Al Qur’ān dan As Sunnah tidak dipahami kecuali oleh seseorang yang merupakan mujtahid mutlaq.
Ini adalah kerancuan yang dibuat oleh syaithān membisikan kepada manusia bahwasanya Al Qur’ān ini yang telah diturunkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan bahwasanya hadīts-hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ini tidak dipahami dan tidak dimengerti kecuali apabila seseorang sudah sampai derajatnya sebagai seorang mujtahid, seorang mujtahid yang mutlaq.
Dengan maksud apa?
Dengan maksud supaya kita orang yang awam, orang yang tidak sampai derajatnya sebagai seorang mujtahid mutlaq supaya kita tidak mau memahami Al Qur’ān, supaya kita malas untuk memikirkan, mentaddaburi memahami petunjuk yang datang didalam Al Qur’ān maupun sunnah-sunnah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Apabila seseorang sudah jauh dari Al Qur’ān jauh dari As Sunnah, tidak mau memahami Al Qurān dan juga Sunnah maka dia akan jauh dari petunjuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Inilah maksud dari syaithān menyampaikan kerancuan ini kepada manusia dan yang dimaksud dengan al mujtahid al mutlaq adalah mujtahid yang memiliki syarat-syarat sebagaimana disebutkan oleh para ulamā yang mereka menguasai bahasa Arab, menguasai ushul fiqih, ushul hadīts, ushul tafsir, mengenal sebagian besar dari ayat-ayat Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan memahaminya dan menghapalnya, memahami dan menghapal sebagian besar dari hadīts-hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan juga syarat-syarat yang lain yang disebutkan oleh para ulamā.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]