Kemudian beliau (rahimahullāh) mengatakan:
ثُمَّ صَارَ الْأَمْرُ عِنْدَ أَكْثَرِ مَنْ يَدَّعِيْ الْعِلْمَ وَأَنَّهُ مِنْ هُدَاةِ الْخَلْقِ وَحُفَّاظِ الشَّرْعِ ، إِلَى أَنَّ الْأَوْلِيَاءَ لَا بُدَّ فِيْهِمْ مِنْ تَرْكِ اتِّبَاعِ الرُّسُلْ وَمَنْ تَبِعَهُمْ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
Kemudian setelah itu kata beliau,
“Menurut sebagian besar orang yang mengaku berilmu dan bahwasanya dia adalah termasuk da’i seorang juru dakwah dan penjaga syar’iat menurut mereka bahwasanya wali-wali, dia harus meninggalkan mengikuti para rasūl alayhissallām.
وَمَنْ تَبِعَهُمْ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang mengikuti rasūl maka dia bukan termasuk wali”
Jadi dibalik, artinya amalannya harus tidak sesuai dengan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, maka inilah yang dinamakan wali menurut mereka.
Berkebalikan dengan apa yang di firmankan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ
“Kalau kalian benar-benar mencintai Allāh maka hendaklah kalian mengikuti aku”(QS. Āli Imrān: 31)
Seorang wali adalah orang yang mengikuti Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, namun sebagian orang membalik dan mengatakan bahwasanya seorang wali adalah orang yang tidak shalāt, orang yang tidak zakāt, orang yang tidak puasa, artinya yang tidak mengikuti Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Inilah yang dinamakan wali karena dia sudah sampai hakikat, derajat yang paling tinggi sehingga dia tidak perlu mengikuti syar’iat ini.
Wali dianggap adalah orang yang tidak mengikuti syar’iat Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ini menurut sebagian manusia bertentangan dengan apa yang Allāh kabarkan didalam Al Qur’ān.
Dan menurut sebagian orang yang namanya wali adalah orang yang meninggalkan jihād,
adapun orang yang berjihād fīsabilillah maka dia bukan termasuk wali.
Padahal diantara sifat wali-wali Allāh mereka berjihād Fī Sabīlillāh.
Kemudian kata mereka orang yang dinamakan wali adalah orang yang meninggalkan iman dan taqwa, maka barangsiapa yang beriman dan bertaqwa maka dia bukan termasuk wali.
Ini adalah keyakinan sebagian manusia yang dinamakan wali adalah orang yang tidak beriman dan tidak bertaqwa.
Berkebalikan dengan apa yang Allāh sebutkan didalam ayat,
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”(QS. Yūnus: 63)
Ini adalah penjelasan dari mualif menceritakan kepada kita tentang apa yang beliau lihat, apa yang beliau dengar, yang beliau rasakan dimana manusia dan khususnya kaum muslimin banyak diantara mereka yang tidak bisa membedakan antara wali Allāh dengan wali syaithān.
Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan didalam Al Qur’ān disana ada wali Allāh dan disana ada wali syaithān.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ يُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱلطَّـٰغُوتِ فَقَـٰتِلُوٓا۟ أَوْلِيَآءَ ٱلشَّيْطَـٰنِ ۖ إِنَّ كَيْدَ ٱلشَّيْطَـٰنِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman, mereka berperang fīsabilillāh dan orang-orang yang kāfir mereka berperang dijalan Thāgūt, kemudian Allāh mengatakan; maka hendaklah kalian memerangi wali-wali syaithān disana ada wali-wali Allāh dan disana ada wali-wali syaithān dan kita diperintahkan untuk memerangi wali-wali syaithān.”(QS. An-Nissā’: 76)
Kemudian Allāh berfirman:
وَإِنَّ ٱلشَّيَـٰطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰٓ أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَـٰدِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Dan sesungguhnya syaithān-syaithān, mereka mewahyukan kepada wali-walinya, supaya mereka mendebat kalian, dan seandainya kalian mentaati mereka, mentaati wali-wali syaithān niscaya kalian menjadi orang-orang yang musyrik”(QS. Al An’am: 121)
Dan tidak harus seseorang yang dinamakan dengan wali Allāh harus memiliki kemampuan yang luar biasa, yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, misalnya bisa terbang, atau berjalan diatas air atau kemampuan-kemampuan lainnya yang tidak dimiliki oleh manusia biasa.
Karena sebagian orang tidak bisa membedakan antara karamah dengan sihir, atau antara karamah dengan ahwal syaithāniyyah. Sebagaimana disebutkan oleh para ulamā yaitu keadaan-keadaan syaithān yang dinamakan dengan karamah adalah sesuatu yang luar biasa yang Allāh berikan kepada wali-walinya dengan tujuan untuk menguatkan keimanan dia.
Dan karamah tidak bisa dipelajari bahkan seorang walipun belum tentu apabila dia menghendaki kemudian terjadi, sebagaimana muzijat yang Allāh berikan kepada para nabi, ini adalah dengan kehendak Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِىَ بِـَٔايَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ
“Tidaklah seorang rasūl bisa mendatangkan sebuah muzijat sebuah ayat kecuali dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta’āla”(QS. Ar Ra’d: 38)
Karamah tidak bisa dipelajari lain dengan sihir, yang bisa dipelajari, disana ada gurunya disana ada sekolahnya, disana ada kitāb yang dijual yang dipelajari yang isinya tentang sihir.
Oleh karena itu kita dapatkan kitāb-kitāb seperti ini banyak dijual dipasar-pasar, ditoko-toko, bagaimana seseorang bisa kebal, bagaimana seseorang bisa begini dan begitu, seperti yang dinamakan dengan kitāb Al Mujarabat yang dijual dengan murah, siapa saja bisa membeli, siapa saja bisa mempelajari, ini bukan karamah tetapi dinamakan dengan sihir, yang mungkin samar bagi sebagian orang,
Yang dinamakan karamah menambah keimanan bagi seorang tersebut dan menjadikan dia semakin merendahkan dirinya dihadapan Allāh dan rendah hati diantara manusia.
Seseorang, seorang wali yang dia mendapatkan karamah maka semakin dia bertambah keimanannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Yakin dengan pertolongan Allāh, semakin yakin dengan agama yang benar ini, dan dia akan semakin rendah hati diantara manusia.
Berbeda dengan sihir orang yang melakukannya maka dia akan semakin jauh dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan semakin dia sombong diantara manusia.
Saya bisa melakukan ini, saya bisa melakukan itu, melakukan pertunjukkan, diceritakan kepada manusia, inilah yang dinamakan dengan sihir.
Dan karamah tidak bisa dilawan dengan sesuatu apapun, karena dia berasal dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla, adapun sihir maka bisa dilawan dengan yang semisalnya, atau dilawan dengan ayat-ayat Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Karena sihir berasal dari bantuan syaithān dan syaithān lari dari dzikrullāh Azza wa Jalla, ketika dibacakan ayat, dibacakan ayat kursi, dibacakan surat Al Baqarah maka mereka akan lari.
Dan wali Allāh mereka tidak memiliki pakaian tertentu, yang membedakan dirinya dari manusia yang lain, pakaian mereka sama dengan pakaian manusia biasa, pakaian yang dipakai oleh kaum muslimin didaerahnya itulah yang di pakai oleh dia.
Pakaian dia tidak berbeda dengan yang lain, bahkan terkadang seseorang yang tidak dikenal diantara manusia, bukan seorang yang memiliki kedudukan yang tinggi dimata masyarakat, namun ternyata dia adalah orang yang dekat dengan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. dan dia adalah wali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]