Demikianlah orang-orang Anshor membai’at Nabi ﷺ untuk taat, menolong, dan untuk perang. Sehingga Ubadah bin Ash-Shamit menamakan bai’at ini sebagai bai’at perang.
Berkata Ka’ab bin Malik Al Anshory (salah satu peserta bai’at) menceritakan secara terperinci peristiwa bai’at, beliau mengatakan,
“Kami keluar bersama rombongan haji kaum kami yang masih musyrikin sementara kami sudah shalat dan sudah paham, kemudian kami keluar untuk haji dan kami janjian dengan Rasulullah ﷺ untuk bertemu di Al Aqabah
ketika hari-hari tasyrik dan kami menyembunyikan urusan kami ini dari orang-orang musyrikin.
Maka kami tidur pada malam tersebut bersama kaum kami di kemah-kemah mereka. Kemudian ketika berlalu sepertiga malam, kami keluar dari kemah-kemah kami untuk memenuhi janji Rasulullah ﷺ. Kami menyelinap seperti menyelinapnya qoton (yaitu nama sejenis burung) sehingga kami berkumpul di Syi’b di Al Aqabah dan jumlah kami 73 laki-laki dan bersama kami 2 wanita diantara istri-istri kami, Nusaibah bintu Ka’ab dan Asma’ bintu Amr. Maka kami berkumpul di Syi’b menunggu Rasulullah ﷺ, sehingga datanglah Beliau bersama Abbas bin Abdil Muthalib dan saat itu Abbas di atas agama kaumnya, tapi dia ingin menghadiri urusan keponakannya dan meyakinkan keamanan Beliau.
Ketika Nabi duduk maka yang pertama kali berbicara adalah Abbas bin Abdil Muthalib. Beliau menjelaskan bahwa sekarang Rasulullah ﷺ di bawah perlindungan kaumnya (Bani Hasyim), akan tetapi Beliau ingin Hijrah ke Madinah. Oleh karena itu Abbas ingin meyakinkan penjagaan orang-orang Anshor terhadap Beliau. Kalau memang mereka tidak mampu untuk menjaga Beliau maka silakan mereka meninggalkan Beliau dari sekarang. Maka orang-orang Anshor pun meminta supaya Rasulullah ﷺ berbicara sendiri dan mengambil syarat-syarat untuk diri Beliau dan Allah azza wajalla.”
Maka Rasulullah ﷺ berbicara dan membacakan Al-Qur’an. Beliau mendakwahi kepada Islam dan menyemangati mereka, kemudian berkata,
“Aku bai’at kalian untuk menjagaku sebagaimana kalian menjaga istri dan anak kalian.”
Maka Al Barra bin Ma’rur mengambil tangan Nabi ﷺ dan berkata,
“Iya, dan demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi pakaian kami bagian bawah, maka bai’atlah kami ya Rasulullah. Demi Allah kami adalah ahli perang, kami warisi hal ini dari generasi ke generasi.”
Maka Abul Haitsam bin At Tiihaan bertanya,
“Ya Rasulullah sesungguhnya antara kami dan orang-orang Yahudi memiliki hubungan dan kami akan memutusnya. Apakah jika kami memutusnya, kemudian Allah menampakkanmu, Engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?”
Tersenyumlah Rasulullah ﷺ dan berkata,
“Darah dengan darah, kehancuran dengan kehancuran, aku dari kalian dan kalian dariku, aku memerangi orang yang kalian perangi dan berdamai dengan orang yang kalian berdamai dengannya.”
Kemudian Beliau berkata,
“Keluarkanlah 12 orang wakil supaya menjadi wakil bagi kaumnya.”
Mereka pun mengeluarkan 12 orang (9 orang dari Khazraj dan 3 orang dari Aus).
Kemudian Nabi meminta mereka untuk kembali ke tempat masing-masing dan mereka pun mendengar syaithan berteriak mengingatkan orang-orang Quraisy.
Berkata Al Abbas bin Ubadah,
“Demi Allah, yang mengutusmu dengan kebenaran kalau engkau ingin maka kami akan memerangi orang-orang yang ada di Mina besok dengan pedang-pedang kami.”
Maka Rasulullah ﷺ bersabda,
“Aku belum diperintahkan untuk berperang. Tapi kembalilah kalian ke tempat-tempat kalian.”
Maka kembalilah mereka ke tempat mereka dan di pagi hari datang beberapa pembesar Quraisy, bertanya kepada mereka tentang kabar bai’at kepada Nabi dan ajakan mereka kepada Nabi untuk hijrah.
Maka orang-orang musyrikin Khazraj dan Aus bersumpah bahwa mereka tidak melakukannya dan kaum muslimin saat itu saling melihat satu dengan yang lain.
Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam di dalam sirahnya dengan sanad yang Hasan.
Demikianlah selesai bai’at dengan baik dan kembalilah orang-orang Anshor ke kota Madinah menunggu hijrahnya Nabi ﷺ.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Sirah Nabawiyah]