1. Hidayatul Irsyad, yaitu bimbingan dan arahan menuju jalan yang benar.
Hidayah jenis ini dimiliki oleh para Nabi dan orang-orang yang mengikuti para Nabi dari kalangan para da’i, karena mereka membimbing dan mengarahkan manusia kepada jalan Allah.
Allah berfirman,
[QS Asy-Syura 52]
“Dan sesungguhnya engkau sungguh-sungguh memberikan hidayah kepada jalan yang lurus.”
Maksudnya adalah membimbing dan mengarahkan menuju jalan yang lurus.
2. Hidayatut Taufiq, yaitu pembukaan hati dan pelapangan dada untuk menerima kebenaran dan mengamalkannya.
Hidayah Taufiq ini hanya dimiliki oleh Allah, tidak dimiliki oleh Nabi dan da’i.
Allah berfirman,
[QS Al-Qashash 56]
“Sesungguhnya engkau tidak memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai akan tetapi Allah-lah yang memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia lebih mengetahui siapa orang yang mendapatkan petunjuk.”
Hidayah Taufiq Allah berikan kepada siapa yang dikehendaki dan kesesatan juga Allah berikan kepada siapa yang dikehendaki.
Allah berfirman,
[QS Al-Muddatstsir 31]
“Demikianlah Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki.”
Barangsiapa yang Allah berikan hidayah taufiq, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang bisa memberikan hidayah.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
[QS Al-A’raf 186]
“Barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak akan ada yang memberikan hidayah.”
Dan Allah berfirman,
[QS Az-Zumar 37]
“Dan barangsiapa yang Allah berikan hidayah maka tidak ada yang bisa menyesatkan dirinya.”
Dan Rasulullah ﷺ bersabda,
“Barangsiapa yang Allah berikan hidayah maka tidak ada yang menyesatkan dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang memberikan hidayah.” [HR Muslim]
Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dengan karunia-Nya dan anugerah-Nya dan Allah lebih mengetahui siapa diantara hamba-Nya yang berhak untuk mendapatkan petunjuk.
Dan Allah menyesatkan siapa yang Allah kehendaki dengan keadilan-Nya dan Allah lebih tahu siapa yang berhak untuk disesatkan.
Kesesatan tersebut adalah keadilan Allah, bukan kedzoliman-Nya, karena Allah Subhānahu wa Ta’āla telah menegakkan hujjah atas hamba-Nya, memberikan kesempatan baginya untuk mengikuti petunjuk Allah, diberikan akal untuk berfikir dan memilih, diutus kepadanya seorang Rasul yang menjelaskan, diturunkan kepadanya kitab, dan diperlihatkan kepadanya jalan yang lurus.
Apabila dia adalah orang yang hilang akalnya, atau anak yang belum baligh, atau orang yang tidur, maka tidak ditulis amalannya.
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Diangkat pena dari tiga golongan: dari orang yang tidur sampai dia bangun, dan dari anak kecil sampai dia baligh, dan dari orang yang gila sampai dia berakal atau sadar.” [Hadits Shahih riwayat An Nasai dan Ibnu Majah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha]
Orang yang belum sampai kepadanya risalah seorang Rasul, maka tidak akan diadzab.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
[QS Al-Isra’ 15]
“Dan Kami tidak akan mengadzab sampai Kami mengutus seorang Rasul.”
Apabila sudah sampai kepada mereka petunjuk dan mereka tidak menerima serta tidak mengamalkan dan lebih memilih durhaka dan maksiat kepada Allah, maka Allah akan menyesatkan mereka dan ini adalah keadilan bukan kedzoliman.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
[QS At-Taubah 115]
“Dan tidaklah Allah menyesatkan sebuah kaum setelah memberikan petunjuk kepada mereka sampai Allah menjelaskan kepada mereka apa yang mereka taqwai. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Di dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwasanya Allah menyesatkan mereka setelah mereka tidak menerima petunjuk Allah yang sampai kepada mereka.