Halaqah yang ke-64 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhāb bin Sulaiman At-Tamimi rahimahullāh.
قال رحم الله : باب ما جاء أن البدعة أشد من الكبائر
Bab bahwasanya atau apa-apa yang datang berupa penjelasan (berupa dalīl) yang menjelaskan bahwasanya bid’ah ini lebih keras, lebih besar dosanya daripada al-kabāir.
أشد من الكبائر
“Dia lebih dahsyat, lebih besar dosanya daripada dosa-dosa besar”
Al-Kabāir (الكبائر) jamak dari kabirah (كبيرة) dan yang di maksud adalah dosa-dosa besar. Terkadang maknanya adalah makna yang umum, masuk di dalamnya seluruh dosa-dosa besar, baik dosa-dosa yang tidak mengeluarkan seseorang dari agama Islām maupun dosa-dosa yang sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām.
Terkadang makna كَبَائِر adalah sesuatu yang umum, seluruh dosa yang besar baik yang tidak mengeluarkan maupun yang mengeluarkan dari agama Islām.
Thayyib, dari sisi ini, berarti syirik termasuk kabāir (makna kabāir secara umum). Bid’ah termasuk dosa besar.
ذَكَرَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ الكَبَائِرَ، أوْ سُئِلَ عَنِ الكَبَائِرِ
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ditanya tentang dosa besar, kemudian beliau menyebutkan:
الشِّرْكُ باللَّهِ، وقَتْلُ النَّفْسِ، وعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ
“Syirik kepada Allāh, membunuh jiwa dan juga durhaka kepada orang tua”
Al-kabāir (الكَبَائِرِ) di sini makna yang umum, buktinya apa? Disebutkan di sini الشِّرْكُ باللَّهِ berarti di sini, disebutkan di dalam hadīts ini adalah الكَبَائِرِ dengan makna umum. Berarti masuk di dalamnya kesyirikan.
Di sana ada makna الكَبَائِرِ yang lebih khusus yaitu dosa-dosa besar di bawah kesyirikan dan juga bid’ah.
Seluruh dosa besar di bawah syirik dan bid’ah di namakan dengan الكَبَائِرِ.
Jadi urutannya yang paling tinggi, adalah apa? Syirik kemudian yang kedua adalah bid’ah kemudian yang ketiga adalah al-kabāir.
Yang paling besar dosanya adalah syirik kemudian urutan kedua adalah bid’ah kemudian yang ketiga adalah al-kabāir.
Thayyib, al-kabāir yang ana gunakan di sini al-kabāir dengan makna khusus atau umum? khusus yaitu seluruh dosa besar di bawah syirik dan juga di bawah bid’ah. Itu di namakan dengan kabāir.
Makanya jangan ada yang mengatakan,”Loh ustd, itu syirik kan termasuk dosa besar?”. Yang kita pakai sekarang ini adalah kabāir dengan makna yang khusus yaitu dosa-dosa besar di bawah syirik dan juga bid’ah.
Adapun yang ada di dalam hadīts tadi maka itu adalah kabāir dengan makna yang umum masuk di dalamnya syirik dan juga bid’ah. Dan pengertian kabāir adalah seluruh dosa yang diancam yang pertama dengan laknat misalnya atau diancam dengan neraka.
Disebutkan ancaman neraka secara khusus atau hukuman di dunia, contoh laknat misalnya meratap (ada ancaman laknat di situ), atau menyerupai lawan jenis. Seorang wanita berdandan dengan dandanan laki-laki atau seorang laki-laki berdandan dengan dandanan wanita.
Ancaman dengan neraka seperti isbal.
Hukuman di dunia seperti mencuri dipotong, kemudian membunuh tanpa hak, berzina, baik yang muhshan maupun tidak muhshan dua-duanya mendapatkan hukuman di dunia.
Bagaimana para ulama bisa mengarang kitāb al-kabāir seperti Adz-Dzahabi, ada apa dengan kaidah ini? Tatabu’ , istiqra ayat dan juga hadīts yang isinya adalah tentang ancaman dari sebuah dosa. Kalau itu disebutkan di sana laknat atau hukuman dengan neraka, hukuman di dunia, maka ini termasuk dosa besar.
Manakah yang lebih besar dosanya, bid’ah atau al-kabāir? Inilah yang ingin beliau sebutkan di sini, akibat dari seseorang tidak pasrah di dalam masalah tata-cara beribadah kemudian dia melakukan bid’ah di dalam agama, maka dia terjerumus ke dalam sebuah dosa yang besar bahkan dia lebih besar daripada dosa-dosa besar.
Kita tahu bahwasanya dosa-dosa besar di dalamnya ada zina, di dalamnya ada membunuh, ternyata orang yang melakukan bid’ah lebih besar dosanya daripada orang yang berzina dan kita tahu, bagaimana hukuman zina dan bagaimana besar dosanya. Sampai orang yang muhshan kalau dia berzina maka dia di halalkan darahnya, dirajam sampai dia meninggal dunia dan orang yang belum pernah menikah dengan pernikahan yang syar’i maka dia dicambuk kemudian diasingkan selama 1 tahun.
Thayyib, kalau berzinanya dua kali, mana yang lebih besar, dosa bid’ahnya atau zinanya? Tetap bid’ahnya. Kalau berzinanya tiga kali, tetap bid’ahnya. Seandainya dia berzina sepuluh kali maka tetap besar dosa bid’ahnya.
Ini menunjukkan tentang bahayanya melakukan bid’ah, bahayanya tidak kaffah di dalam Islām, tidak pasrah di dalam masalah tata-cara ibadah, sampai dosa tersebut lebih besar daripada dosa kabāir dzunub, kalau kabāir dzunub sudah menghancurkan seseorang, mengurangi keimanannya dan bisa menghancurkan kehidupan seseorang lalu bagaimana dengan bid’ah yang dia dosanya lebih besar daripada dosa-dosa besar tadi.
Tentunya ini adalah menunjukkan tentang betapa bahayanya bid’ah, betapa bahayanya orang yang tidak pasrah di dalam masalah tata-cara ibadah.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]