Halaqah yang ke-68 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Kemudian beliau mendatangkan firman Allāh ﷻ,
۞ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ
Oleh karena setelahnya disebutkan orang² yang telah mereka sesatkan tanpa ilmu.
Berarti dosa yang harus mereka tanggung jawabkan dipertanggung jawabkan oleh muntadi tadi adalah dosa bidah yang dengannya dia menyesatkan manusia tanpa ilmu,
أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ
Sungguh jelas apa yang mereka tanggung (dosa yang harus mereka tanggung).
Dia mempertanggung jawabkan dosanya sendiri sudah berat apalagi kalau harus ditambah lagi dengan dosa bidah yang dilakukan oleh lain yang dia dakwahkan /ajak/sesatkan, maka ini menunjukan tentang bahaya bidah & mengajak orang lain untuk melakukan bidah & ini berbeda keadaannya dengan ahlul maksiat, ahlul bidah ketika dia menyangka itu adalah taqarub kepada Allāh ahlu bidah meniatkan bahwasanya dia sedang beribadah kepada Allāh, menganggap ini adalah sebuah kebaikan karena ini adalah bentuk beribadah kepada Allāh sebuah kebaikan maka dia tidak ragu² lagi untuk mengajak orang lain untuk melakukan bidah tadi, akhirnya dia sesatkan & juga menyesatkan orang lain akhirnya dia melakukan dosa bidah & menjadikan orang lain melakukan dosa bidah tadi, itu orang yang melakukan bidah karena menyangka itu adalah ibadah akhirnya dia dakwahkan kepada orang lain.
Berbeda dengan maksiat atau dosa besar maka masing² dari pelaku dosa besar tadi merasa & menyadari bahwasanya itu adalah dosa besar, malu untuk melakukannya apalagi mengajak orang lain untuk melakukannya dia berzina kemudian setelah melakukan dosa zina menyesal (ko bisa terjadi/kenapa ini terjadi dst) malu kalau itu sampai dilihat orang lain, bagaimana dia mengajak orang lain untuk melakukan perzinahan tadi, dia sendiri malu, kerja misalnya disebuah tempat yang ribawi dia tau bahwsanya dia Salah, tempat dia bekerja ini bermasalah bertentangan dengan syariat, ketika ditanya mungkin orang kerja dimana dia tidak mau menyebutkan malu , tau bahwasanya ini sebuah kesalahan bagaimana dia mengajak orang lain untuk melakukan maksiat tersebut dst.
Orang² yang melakukan dosa² besar tadi melakukan kemaksiatan² tadi rata² mereka tau bahwasanya itu adalah dosa besar, mereka meskipun tidak bisa mengendalikan dirinya tapi mereka tidak ingin orang lain juga terkena seperti mereka, sembunyi dari anaknya, sembunyi dari tetangganya, sembunyi dari orang lain tidak ingin orang lain apa yang dia perbuat, karena dia tau ini adalah sebuah kemaksiatan/ini adalah sebuah kesalahan.
Berbeda dengan orang yang melakukan kebidahan tadi maka dia mengajak orang lain bahkan terang²an menyangka ini adalah ibadah ketika dia mengajak orang lain berarti memasukkan mereka didalam ibadah .
Kenapa beliau mendatangkan ayat ini dalam bab ini, babnya tentang bahwasannya bidah itu lebih dahsyat daripada kemaksiatan karena orang yang melakukan bidah kebanyakan dia karena menganggap itu adalah taqarub ibadah oleh karenanya dia tidak segan² untuk mengajak orang lain melakukan bidah tadi & ketika dia mengajak kemudian diterima dakwahnya maka semakin besar dosanya.
Adapun orang yang melakukan kemaksiatan maka tidak demikian keadaannya dia dalam keadaan malu, malu diketahui orang lain bagaimana ia mengajak orang lain untuk melakukan kemaksiatan tersebut sehingga dia menanggung dosa kabirah tadi dosa² besar tadi.
Tentunya ini menunjukan bahwasanya bidah ini adalah sesuatu yang berbahaya lebih berbahaya daripada kemaksiatan karena pelaku bidah dia mendakwahkan & mengajak orang lain untuk melakukan bidah & itu semakin menambah dosanya berbeda dengan kemaksiatan maka dia mencukupkan diri dengan dirinya & mengetahui bahwasanya dirinya bersalah/keliru tidak sampai mendakwahkan kepada orang lain, sehingga tidak salah apabila syaikh rahimahullah disini mendatangkan ayat ini untuk menunjukan kepada kita tentang bahwa bidah ini lebih besar dosanya daripada dosa besar.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]