Halaqah 94: Pembahasan Dalil Kedelapan Dan Kesembilan

Halaqah 94: Pembahasan Dalil Kedelapan Dan Kesembilan
Halaqah yang ke-94 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan
وَلَهُمَا: فِي حِدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ
Dan didalam shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah ibn Abbas
فَأَقُولُ كَمَا قَالَ العَبْدُ الصَّالِحُ
Maka aku akan mengatakan seperti yang dilakukan oleh hamba Allāh ﷻ yang sholeh maksudnya adalah Nabi ‘Isa. Apa yang dilakukan oleh Nabi Isa ketika dihari kiamat Beliau ditanya oleh Allāh ﷻ
ءَأَنتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيۡنِ مِن دُونِ ٱللَّهِۖ
[Al Ma”idah:116]
Ada manusia yang menyembah kepadamu, menjadikan kamu sebagai sesembahan selain Allāh ﷻ, apakah kamu dahulu mengatakan kepada orang-orang untuk menyembah dirimu dan juga ibumu maka diantara ucapan Beliau
قَالَ سُبۡحَٰنَكَ مَا يَكُونُ لِيٓ أَنۡ أَقُولَ مَا لَيۡسَ لِي بِحَقٍّۚ إِن كُنتُ قُلۡتُهُۥ فَقَدۡ عَلِمۡتَهُۥۚ تَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِي وَلَآ أَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِكَۚ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّٰمُ ٱلۡغُيُوبِ
مَا قُلۡتُ لَهُمۡ إِلَّا مَآ أَمَرۡتَنِي بِهِۦٓ أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمۡۚ وَكُنتُ عَلَيۡهِمۡ شَهِيدٗا مَّا دُمۡتُ فِيهِمۡۖ
[ المائدة:116-117]
Beliau tidak mengetahui, aku melihat mereka selama aku bersama mereka
فَلَمَّا تَوَفَّيۡتَنِي
Ketika Engkau sudah mematikan aku, maksudnya adalah menidurkan Beliau dan mengangkat Beliau keatas
كُنتَ أَنتَ ٱلرَّقِيبَ عَلَيۡهِمۡۚ
Engkau-lah yang melihat keadaan mereka, ini yang diucapkan oleh Nabi Isa. Aku melihat ketika aku masih bersama mereka setelah aku tidak bersama mereka maka aku tidak melihat keadaan mereka, tidak tahu bahwasanya ternyata ada manusia yang menyembah Beliau. Ada yang menyembah Beliau, Beliau tidak tahu, yang Beliau tahu ketika Beliau bersama mereka yaitu belum ada orang yang menyembah kepada Beliau, maka Nabi Muhammad ﷺ mengingat ucapan Nabi Isa ini dan Beliau ﷺ mengatakan
فَأَقُولُ كَمَا قَالَ العَبْدُ الصَّالِحُ
Aku akan berucap seperti yang diucapkan oleh hamba yang sholeh, yaitu apa?
وَكُنتُ عَلَيۡهِمۡ شَهِيدٗا مَّا دُمۡتُ فِيهِمۡۖ
Aku melihat mereka menyaksikan mereka selama aku bersama mereka tapi setelah Beliau ﷺ meninggal dunia maka Beliau ﷺ tidak tahu apa yang terjadi, apa yang mereka ihdats setelah Beliau ﷺ meninggal dunia, ternyata ada yang membuat bid’ah didalam agama ternyata ada yang melakukan pemurtadan, ini haditsnya
وَإِنَّ أُنَاسًا مِنْ أَصْحَابِي يُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ
Ada sebagian orang diantara sahabatku ternyata mereka masuk di dalam ذَاتَ الشِّمَالِ maksudnya adalah dimasukkan ke dalam Jahannam
فَأَقُولُ أَصْحَابِي أَصْحَابِي
Beliau ﷺ mengatakan sahabatku-sahabatku
فَيَقُولُ إِنَّهُمْ لَمْ يَزَالُوا مُرْتَدِّينَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ مُنْذُ فَارَقْتَهُمْ
Mereka senantiasa murtad setelah engkau berpisah dengan mereka, yaitu setelah meninggal Nabi ﷺ disana ada orang-orang yang murtad
فَأَقُولُ كَمَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ
maka saat itu Beliau ﷺ akan mengucapkan seperti yang diucapkan oleh hamba yang sholeh
وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي إِلَى قَوْلِهِ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ini menunjukkan bahwasanya Nabi ﷺ berlepas diri dari orang-orang yang murtad setelah Nabi ﷺ atau merubah agamanya setelah Nabi ﷺ dan ini menunjukkan tentang bahaya meninggalkan Islam. Dan sebab meninggalkan Islam diantaranya adalah karena sering melakukan bid’ah, sebab meninggalkan Islam dan Nabi ﷺ berlepas diri dari mereka, orang-orang yang murtad dari agama Islam maka Beliau ﷺ berlepas diri dari mereka, di antara sebab murtad adalah karena melakukan bid’ah di dalam agama, karena terus melakukan bid’ah akhirnya lama kelamaan setan menghiasi-hiasi bid’ah tersebut dan membisiki bahwasanya tidak perlu dengan islam lagi tidak perlu dengan sunnah lagi dan akhirnya keluar dari agama Islam.
Kemudia setelah itu beliau mengatakan
وَلَهُمَا: عَنْهُ مَرْفُوعًا
dan bagi keduanya maksudnya adalah Bukhori dan juga Muslim, diangkat sampai Nabi ﷺ
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ
Tidak ada seorang anak yang dilahirkan kecuali di atas fitrah, dan yang dimaksud dengan fitrah di sini adalah Al-Islam. Anak yang dilahirkan oleh ibunya maka pertama dia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dalam keadaan Islam, seandainya dia tumbuh dan berkembang bersih tidak ada pengaruh dari luar, tidak ada pengaruh dari orang tua, tidak ada pengaruh dari setan maka akan tumbuh di atas fitrah, maka dia akan menjadi seorang muslim.
Namun apakah demikian, tidak, ternyata di sana ada pengaruh-pengaruh dari luar sehingga fitrah tersebut terkadang berubah, terkadang berasal dari orang tua, terkadang dari setan. Adapun dari orang tua maka disebutkan dalam hadits ini
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
Maka kedua orang tuanya menjadikan dia Yahudi
أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
Atau menjadikan dia Nasrani
أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Atau menjadikan dia majusi.
Penyebutan menjadikan yahudi, menjadikan nasrani, menjadikan majusi menunjukkan bahwasanya yang dimaksud dengan fitrah tadi adalah Islam, buktinya apa, karena setelahnya disebutkan hal-hal yang bertentangan dengan Islam dan ini menunjukkan bahwasanya Yahudiyyah, Nasraniyyah dan juga Majusiyyah ini bertentangan dengan Islam.
Sebagaimana sudah berlalu, meskipun orang Yahudi menyandarkan mereka kepada seorang Nabi ﷺ, orang Nasrani juga demikian namun setelah kedatangan Nabi ﷺ kalau mereka tidak mengikuti Nabi ﷺ maka mereka telah keluar dari Islam dan agama mereka adalah agama yang bathil.
Dan sudah disebutkan bahwasanya agama yang bathil terbagi menjadi dua, pertama adalah agama yang memang ajarannya bertentangan dengan agama Islam seperti majusiyyah, watsaniyyah, dan ada diantaranya agama yang dia asalnya adalah agama para Nabi dan juga para Rasul, mereka mengikuti kitab mengikuti Nabi cuma menjadi bathil setelah kedatangan Rasulullah ﷺ. Karena setelah kedatangan Islam yang dibawa oleh Nabi ﷺ tidak boleh bagi seseorang yang telah mendengar kedatangan Beliau ﷺ kecuali mengikuti Beliau ﷺ.
كَمَا تُنْتَجُ البَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ
Sebagaimana seekor binatang ternak dia melahirkan, memproduksi binatang ternak yang sempurna. Unta atau sapi atau kambing misalnya, ketika dia melahirkan maka dia mengeluarkan anak yang sempurna tidak ada kekurangan, جَمْعَاءَ berasal dari kata جَمْع maksudnya menyeluruh, sempurna, tidak ada yang terpotong, kakinya sempurna, telinganya sempurna, matanya sempurna dan seterusnya.
Disini Beliau ﷺ karena berbicara dengan orang-orang Arab yang mereka mengenal hewan-hewan ternak tersebut ingin memudahkan pemahaman bagi mereka dan sekali lagi menggunakan perumpamaan ini di gunakan oleh Nabi ﷺ dengan tujuan untuk memudahkan memahami apa yang Beliau ﷺ sampaikan, tidak masalah demikian dan ini adalah termasuk uslub didalam berdakwah namun yang perlu diperhatikan jangan sampai kita membuat permisalan yang bertentangan dengan syariat.
هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟
Apakah kalian merasakan didalam anak hewan ternak tadi مِنْ جَدْعَاءَ ada sesuatu yang terpotong atau apakah telinganya terpotong, karena kebiasaan mereka menandai dengan memotong sebagian anggota badan hewan ternak tersebut. Sebelum dipotong apakah kalian melihat di dalam anak hewan ternak tersebut cacat atau terpotong telinganya misalnya, di sini Beliau ﷺ ingin memudahkan pemahaman bagi mereka bahwasanya asalnya seorang anak manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan dia di atas Islam menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ dan ini menunjukkan tentang keutamaan Islam
حَتَّى تَكُونُوا أَنْتُمْ تَجْدَعُونَهَا؟
Sehingga kalianlah yang akhirnya menjadikan dia terpotong, asalnya dalam keadaan sempurna kemudian kalian yang memotongnya.
Demikian pula manusia yang dilahirkan oleh ibunya maka dia dalam keadaan fitrah di atas Islam dan kemudian yang merubah adalah orang itu sendiri atau dari orang tuanya atau dari syaithan sehingga berubah dari awalnya adalah Islam menundukan diri kepada Allāh ﷻ akhirnya dia menjadi orang yang membangkang, membangkangnya sampai keluar dari hakikat atau dari pondasi Islam menjadi orang yang kafir atau membangkangnya adalah dengan cara melakukan bid’ah atau melakukan dosa besar karena ini semua tentunya bertentangan dengan Islam.
ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ
Kemudian Abu Hurairah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ membaca firman Allāh ﷻ
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا﴾ [الروم: 30]
Ini adalah fitrah Allāh ﷻ yang Allāh ﷻ fitrahkan manusia di atasnya. Hadits ini muttafaqun ‘alaih diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Maka beliau mendatangkan hadits ini untuk menunjukkan kepada kita bahwasanya Islam ini adalah fitrah manusia dan bahwasanya bid’ah, kesirikan maka ini adalah sesuatu yang menyelisihi fitrah. Kalau ini adalah fitrah yang sudah Allāh ﷻ fitrahkan di atasnya manusia maka hendaklah kita menjaga fitrah ini dan istiqomah di atas fitrah ini, tidak keluar dari fitrah ini baik dalam artian keluar dari agama Islam atau dalam artian membuat perkara yang baru di dalam agama karena membuat perkara yang baru di dalam agama ini juga termasuk sesuatu yang bertentangan dengan Islam, bertentangan dengan penyerahan diri maka tentunya ini adalah dorongan dan perintah bagi kita semua untuk Istiqomah di atas Islam yaitu Istiqomah di atas fitrah.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top