Kemudian beliau (rahimahullāh) mengatakan:
ثُمَّ صَارَ الْأَمْرُ إِلَى أَنَّ الافْتِرَاقَ فِي أُصُوْلِ الدِّيْنِ وَفُرُوْعِهِ هُوَ الْعِلْمُ وَالْفِقْهُ فِي الدِّيْنِ
Kemudian setelah itu dizaman beliau dizaman sekarang jadilah bahwasanya berpecah belah didalam agama, baik didalam ushūl agama (pokok-pokok) agama maupun didalam cabang-cabangnya dinamakan dengan ilmu dan fiqih didalam agama.
Dizaman sekarang kata beliau:
Sebagian mengatakan bahwasanya berpecah belah didalam agama adalah termasuk pemahaman (fiqih)
Artinya orang yang mengatakan, “Boleh kita berpecah belah, kita memiliki kebebasan untuk beraqidah, kebebasan untuk beribadah, kebebasan untuk menganut kepercayaannya masing-masing”. Dianggap ucapan ini sebagai bentuk pemahaman terhadap agama.
Orang yang paham terhadap agama, maka dia akan membebaskan manusia untuk ber’aqidah untuk memiliki kepercayaan masing-masing.
Kemudian beliau (rahimahullāh) mengatakan:
وَصَارَ الْأَمْرُ بِالاجْتِمَاعِ فٍي دين لَا يَقُوْلُهُ إِلَّا زِنْدِيْقٌ أَوْ مَجْنُوْنٌ
Kemudian perintah untuk berkumpul dan bersatu didalam agama, sebagian mengatakan bahwasanya ini adalah tidak diucapkan kecuali oleh seorang yang zindīq, seorang pendusta atau orang yang gila.
Jadi orang yang mengajak manusia untuk bersatu padu didalam hak didalam kebenaran dianggap orang yang zindīq atau orang yang gila.
Tidak mungkin kita semua bersatu, tidak boleh kita mengajak orang lain untuk mengikuti kebenaran.
Mereka berkata, “Biarkan masing-masing memiliki kepercayaan masing-masing”, tidak boleh saling menganggu satu dengan yang lain.
Apabila ada sebagian yang mengajak untuk bersatu didalam kebenaran, meninggalkan ‘aqidah yang bathil, meninggalkan kepercayaan yang tidak benar, dianggapnya orang yang seperti ini adalah orang gila atau orang zindīq.
Dan ini yang terjadi dizaman beliau demikian pula dizaman kita.
Orang yang beramar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang lain untuk memiliki aqidah yang benar, memiliki tauhīd yang benar, melarang mereka untuk memiliki ‘aqidah yang salah, kepercayaan yang salah, dianggapnya ini adalah orang yang majnun (orang gila) atau orang yang zindīq.
Adapun orang yang membiarkan kepercayaan-kepercayaan tersebut, membiarkan ‘aqidah-aqidah tersebut tersebar diantara masyarakat maka ini dianggap sebagai orang yang paham tentang agamanya.
Dan ini tentunya kebalikan dari apa yang sudah Allāh jelaskan didalam Al Qur’ān dan dijelaskan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam didalam hadīts-hadīts yang shahīh.
Ini adalah pokok yang kedua yang ingin dijelaskan oleh pengarang didalam kitāb ini.
Kesimpulannya:
√ Perintah dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla pada kita semua kaum muslimin untuk saling bersatu didalam al haq, bersatu didalam kebenaran
√ Larangan bagi kita untuk saling berpecah belah didalam agama kita.
Apabila terjadi perselisihan diantara kita, diantara kaum muslimin baik dalam masalah aqidah, baik dalam masalah ibadah, baik masalah haram dan halal maka Allāh dan Rasūl nya telah memberikan jalan keluar.
Didalam Al Qur’ān, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ……
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allāh dan taatilah Rasūl (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allāh (Al Qur’ān) dan Rasūl (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allāh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nissā’: 59)
Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian taat kepada Allāh, taat kepada rasūl dan juga pemerintah kalian (penguasa kalian), apabila kalian saling berselisih didalam satu perkara, baik dalam masalah aqidah, masalah ibadah, masalah yang lain, maka hendaklah kalian kembalikan kepada Allāh juga kepada rasūl Nya.
√ Dikembalikan kepada Allāh.
√ Dikembalikan kepada Al Qur’ān.
Dilihat apakah sesuai tidak dengan Al Qur’ān pendapat kita.
√ Kembalikan kepada rasūl.
√ Kembalikan kepada hadīts nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Apakah pendapat kita sesuai dengan hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam atau tidak?
Kalau sesuai, maka kita amalkan dan kalau tidak sesuai maka harus kita tinggalkan.
Dan ini kata Allāh:
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ ۚ
“Apabila kalian benar-benar beriman kepada Allāh dan beriman kepada hari akhir hendaklah kalian mengembalikan perselisihan kita kepada Allāh dan juga rasūl Nya.”
Apabila diantara dua orang saling berselisih dan satunya mengatakan sunnah, satunya mengatakan tidak disunnahkan maka masing-masing harus mengembalikan kepada Allāh dan rasūl Nya.
Kalau Allāh dan rasūl nya mengatakan sunnah maka semuanya harus sami’nā wa atha’nā (mendengar dan taat) tidak boleh ada diantara kita yang memiliki pilihan yang lain didalam perpecahan ini.
Apabila Allāh mengatakan A, dan rasūl nya mengatakan A, maka semuanya harus mengatakan A tersebut.
Didalam hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَ فًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
“Sesungguhnya barangsiapa yang hidup diantara kalian setelahku maka dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafā’ur rāsyidīn.” (Hadīts riwayat Abū Dāwūd dan At Tirmidzī)
Ketika melihat perpecahan yang banyak diantara umat (perselisihan yang banyak) maka petunjuk beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam supaya kita kembali kepada sunnah beliau dan sunnah para khulafā’ur rāsyidīn.
Ini adalah petunjuk Allāh dan rasūl Nya ketika terjadi perselisihan.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]