Kemudian beliau (rahimahullāh) mengatakan:
وَآيَةٌ فِيْ سورة المائدة: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهِ فَسَوْفَ يَأْتِيْ اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهُ
Dan satu ayat didalam surat Al Māidah yaitu firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan mendatangkan sebuah kaum yang dicintai oleh Allāh dan mereka juga mencintai Allāh”
Dan ayat selanjutnya :
أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلْكَـٰفِرِينَ يُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍۢ
“Yang mereka merendahkan diri dihadapan orang-orang yang beriman yang mereka memiliki i’zah, memiliki wibawa diatas orang-orang yang kāfir, mereka berjihād dijalan Allāh dan mereka tidak takut dengan celaan orang-orang yamg mencela”
Ini ada didalam surat Al Māidah ayat 54 dan disebutkan didalam ayat yang mulia ini beberapa sifat yang dimiliki oleh wali-wali Allāh.
⑴ Mereka dicintai oleh Allāh dan mereka pun mencintai Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kenapa dicintai oleh Allāh?
Karena mereka mengikuti Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam seperti yang tadi kita sebutkan.
Mengikuti beliau dengan sebaik-baiknya, baik dalam aqidahnya, dalam ibadahnya dalam akhlaqnya dan mereka juga mencintai Allāh Subhānahu wa Ta’āla, lebih dari cintanya kepada hartanya, kepada jabatannya, daripada keluarganya, mencintai Allāh lebih dari segala-galanya.
⑵ Mereka merendahkan dirinya terhadap orang-orang yang beriman, mencintai orang-orang yang beriman yang mereka adalah saudaranya.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang beriman adalah saudara”
المسلم أخو المسلم
“Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain”
Mereka merendahkan dirinya dihadapan orang-orang beriman, tidak menyombongkan dirinya, inilah diantara sifat wali-wali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Adapun bersama orang-orang kāfir maka mereka memiliki i’zah (memiliki wibawa) membenci orang-orang kāfir tersebut.
⑶ Mereka adalah orang-orang yang berjihād dijalan Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam rangka meninggikan kalimat Allāh.
⑷ Dan mereka tidak takut celaan orang-orang yang mencela, ketika mereka beramar ma’ruf nahi munkar menegakkan agak Allāh tentunya disana ada orang yang tidak senang, namun seorang wali Allāh Subhānahu wa Ta’āla mereka tidak takut dengan celaan orang-orang yang mencela tersebut.
Inilah diantara sifat-sifat wali-wali Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
Kemudian yang ketiga,
وَآيَةٌ فِيْ يُوْنُسَ وَهِيَ قَوْلُهُ: {أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ . الذِيْنَ آمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ}
Dan satu ayat didalam surat Yūnus yaitu firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang artinya:
“Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allāh tidak takut dan mereka tidak bersedih”
Mereka adalah orang-orang yang beriman dan mereka adalah orang-orang yang bertaqwa.
Jelas didalam ayat ini, Allāh menyebutkan kepada kita tentang sifat wali-wali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sesungguhnya wali-wali Allāh, mereka tidak takut yaitu tentang apa yang akan mereka hadapi dimasa yang akan datang ketika hari kiamat.
Karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan memberikan keamanan kepada mereka memberikan rasa tenang, memberikan rasa aman dimasa ketika manusia yang lain dalam keadaan takut.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَلَمْ يَلْبِسُوٓا۟ إِيمَـٰنَهُم بِظُلْمٍ أُو۟لَـٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhāliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al An’am: 82)
Orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanannya dengan kezhāliman yaitu dengan kesyirikan maka merekalah yang akan mendapatkan keamanan.
Karena di dunianya mereka menunaikan hak-hak Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Dan mereka tidak akan bersedih dengan apa yang sudah ditinggalkan dari dunia dan seisinya.
Mereka yakin bahwasanya apa yang mereka akan dapatkan disisi Allāh lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Siapa mereka?
Allāh mengatakan:
Mereka wali-wali Allāh, mereka adalah orang-orang yang beriman dan orang-orang yag Bertaqwa.
Apabila Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan didalam sebuah ayat dua kalimat ini yaitu iman dan taqwa, maka iman dan taqwa ini memiliki makna yang berbeda.
√ Iman adalah menjalankan perintah.
√ Taqwa adalah menjauhi larangan.
Menjalankan perintah, dan perintah Allāh Subhānahu wa Ta’āla sangat banyak, dan perintah yang sangat besar adalah perintah untuk bertauhīd (meng-Esa-kan Allāh Subhānahu wa Ta’āla) yang dengan sebab inilah diutus para rasūl, diturunkan kitāb-kitāb bahkan tidak diciptakan jinn dan manusia kecuali untuk menunaikan, mewujudkan, mentauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan juga manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”(QS. Adz-Dzāriyāt: 56)
Dan perintah pertama yang ada didalam Al Qur’ān yang Allāh sebutkan adalah perintah untuk bertauhīd (meng-Esa-kan Allāh Subhānahu wa Ta’āla) didalam ibadah.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai manusia hendaklah kalian beribadah kepada Rabb kalian.” (QS. Al Baqarah: 21)
Siapa Rabb kalian?
ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dia adalah yang menciptakan kalian dan menciptakan orang-orang sebelum kalian supaya kalian bertaqwa”
Ini adalah perintah pertama yang Allāh sebutkan (yaitu) perintah untuk bertauhīd.
Sebelum menyebutkan perintah-perintah yang lain, seorang wali Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah orang yang bertauhīd, meng-Esa-kan Allāh, mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada Allāh bukan beribadah kepada dirinya dan tidak mengajak manusia untuk menyembah kepada selain kepada Allāh, memuja selain Allāh mengagungkan selain Allāh, ini lah seorang wali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Dan yang dimaksud dengan at-taqwa adalah meninggalkan larangan, dan larangan yang paling besar adalah larangan untuk melakukan kesyirikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ
“Sesungguhnya kesyirikan adalah kezhāliman yang sangat besar” (QS. Luqman: 13)
Ditanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam oleh seorang shahābat.
أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟
“Yā Rasūlullāh, dosa apa yang paling besar disisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla?”
Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
أَنْ تَجْعَلَ لِلهِ نِدًّا، وَهُوَ خَلَقَكَ
“Engkau menjadikan sekutu bagi Allāh, padahal Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang telah menciptakan dirimu”
Allāh yang menciptakan kamu, kemudian engkau menyembah kepada selain Allāh, menyerahkan ibadah kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla atau sebagian ibadah kepada selain Allāh, seorang yang menjadi wali Allāh adalah orang yang meninggalkan kesyirikan.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]