Dalam sebuah hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyebutkan dan ini dinamakan dengan hadītsul wali, didalam hadīts qudsi Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
“Barangsiapa yang memusuhi waliku niscaya aku akan mengumumkan peperangan kepadanya” (Hadīts riwayat Bukhāri nomor 6021/6502)
Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan menolong walinya dan barangsiapa yang memusuhi wali diantara wali-wali Allāh, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan mengumumkan peperangan kepadanya.
Kemudian Allāh menyebutkan tentang sifat-sifat wali.
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
‘Dan tidaklah hambaku bertaqarrub kepadaku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada apa yang aku wajibkan atasnya”
Diantara sifat wali Allāh adalah melakukan kewajiban-kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allāh dan rasūl Nya, mengerjakan shalāt lima waktu mengerjakan puasa dibulan Ramadhān dan juga mengerjakan kewajiban-kewajiban yang lain, dan kewajiban ini adalah sesuatu yang sangat dan paling dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Adapun seorang yang dianggap wali kemudian dia tidak melakukan shalāt lima waktu, ketika Ramadhān dia tidak berpuasa, maka ini bukan seorang wali.
Kemudian Allāh mengatakan:
وَلا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
Dan senantiasa hambaku bertaqarrub kepadaku dengan perkara-perkara yang sunnah sehingga aku mencintai dia.
Diantara sifat-sifat wali-wali Allāh adalah mereka bertaqarrub kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan sesuatu yang sunnah.
√ Shalāt sunnah.
√ Puasa-puasa sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا
Maka apabila aku mencintai orang tersebut, kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla maka;
√ Aku akan menjadi pendengarannya yang dia akan mendengar dengannya.
√ Aku akan menjadi penglihatannya yang dia melihat dengannya.
√ Aku akan menjadi tangannya yang dia akan memukul dengannya.
√ Aku akan menjadi kakinya yang dia berjalan dengan kaki tersebut.
Maksudnya sebagaimana disebutkan oleh para ulamā, dia akan diberikan taufīq untuk meninggalkan kemaksiatan.
√ Tidak mendengar kecuali yang diridhāi oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
√ Tidak melihat kecuali yang di ridhāi oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
√ Tidak memukul kecuali pada yang hak pada tempatnya.
√ Tidak berjalan kesebuah tempat kecuali ketempat yang diridhāi oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Apabila Allāh mencintai seseorang, maka dia akan diberikan taufīq untuk meninggalkan kemaksiatan
Dan ini adalah sifat diantara sifat-sifat wali Allāh Subhānahu wa Ta’āla, orang yang dicintai oleh Allāh meninggalkan kemaksiatan.
Oleh karena itu bagaimana kita mengatakan bahwasanya orang yang minum minuman keras, berzinah, melakukan kemaksiatan-kemaksiatan akan tetapi dia memakai pakaian seorang ulamā kemudian kita katakan bahwa dia adalah seorang wali diantara wali-wali Allāh.
Seorang wali adalah orang yang meninggalkan kemaksiatan.
وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Apabila dia meminta kepadamu kata Allāh, niscaya aku akan memberikan dan apabila dia memohon perlindungan niscaya aku akan melindungi orang tersebut.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]