Kemudian mereka mengatakan:
وَمَنْ طَلَبَ الْهُدَى مِنْهُمَا فَهُوَ إِمَّا زِنْدِيْقٌ ، وَإِمَّا مَجْنُوْنٌ لِأَجْلِ صُعُوْبَتِهِمَا
Dan barangsiapa ynag berusaha untuk mencari petunjuk dari Al Qur’ān dan juga hadīts, maka kata mereka dia adalah seorang yang zindīq, pendusta atau dia seorang yang gila.
Kenapa demikian?
Mereka mengatakan karena susahnya memahami Al Qur’ān dan juga hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Ini adalah ucapan sebagian manusia yang ingin memalingkan kaum muslimin dari Al Qur’ān dan juga Sunnah.
Kemudian beliau (mualif) mengatakan:
فسبحان الله وبحمده كم بين الله سبحانه شرعاً وقدراً خلقاً وأمراً في رد هذه الشبهة الملعونة من وجوه شتى بلغت إلى حد الضروريات العامة
“Maka Maha Suci Allāh dan segala puji bagi Nya. Betapa banyak dan betapa sering Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjelaskan baik secara syar’iat didalam Al Qur’ān maupun hadīts-hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, atau secara taqdir, khalqan dan amran maknanya hampir sama, betapa banyak Allāh menjelaskan dan membantah kerancuan yang terlaknat ini, dengan berbagai cara dengan berbagai ushlub dengan berbagai metode sehingga metode-metode tersebut sampai pada batas yang dharuri akan tetapi sebagian besar manusia tidak mengetahui”
Jadi mualif (pengarang) disini ingin menjelaskan kepada kita bahwasanya Allāh telah menjelaskan didalam Al Qur’ān hal yang membantah kerancuan tadi.
Mereka mengatakan bahwasanya Al Qur’ān dan Sunnah tidak dipahami kecuali oleh seorang yang mujtahid mutlaq, padahal Allāh dan Rasūl Nya tidak menerangkan demikian.
Allāh berfirman didalam Al Qur’ān:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍۢ
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’ān untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”(QS. Al Qamar: 17, 22, 32, 40)
Allāh mengatakan disini, وَلَقَدْ يَسَّرْنَا (dan sungguh kami telah mudahkan), Allāh telah turunkan Al Qur’ān dan Allāh telah mudahkan kalimat-kalimatnya, makna-maknanya supaya kita bisa berdzikir dengan Al Qurān tersebut (mengingat Allāh dengan Al Qurān tersebut).
Berbeda dengan ucapan mereka yang mengatakan bahwasanya sangat sulit dan susah untuk memahami Al Qur’ān dan Sunnah.
Allāh mengatakan وَلَقَدْ يَسَّرْنَا dan mereka mengatakan susah untuk memahami Al Qur’ān dan Sunnah.
Demikian pula Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’ān ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Ini adalah anjuran dan dorongan dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla, supaya kita mau mentadaburi apa yang datang dari Allāh berupa Al Qur’ān.
Dan seseorang tidak mungkin bisa mentadaburi kecuali apabila dia memahami apa yang ada didalam Al Qur’ān tersebut.
Seandainya Al Qur’ān tidak bisa dipahami kecuali oleh seseorang yang mujtahid yang mutlaq, niscaya Allāh tidak akan mendorong kita untuk mentadaburi Al Qur’ān, tetapi ternyata Allāh menyuruh kita, mendorong kita, mengajak kita untuk mentadaburi Al Qur’ān.
Menunjukkan bahwasanya Al Qur’ān bisa dipahami oleh seorang yang awam, seorang penuntut ilmu, demikian pula oleh para ulamā.
Didalam ayat yang lain Allāh mengatakan:
كِتَـٰبٌ أَنزَلْنَـٰهُ إِلَيْكَ مُبَـٰرَكٌۭ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَـٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَـٰبِ
“Ini adalah sebuah kitāb yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Sad: 29)
Allāh turunkan Al Qur’ān kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam supaya kita mentadabburi, bukan hanya sekedar dibaca tetapi tidak memahami maknanya.
Membaca Al Qur’ān adalah amal shālih dan seseorang mendapat pahala dari membaca Al Qur’ān sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Satu huruf yang kita baca, kita mendapat 10 kebaikan, namun tidak cukup dengan hanya membaca dengan baik, dengan tahsin dengan tajwid, kemudian seseorang meninggalkan memahami Al Qur’ān, karena justru tujuan utama diturunkannya Al Qur’ān adalah agar kita memahami Al Qur’ān tersebut kemudian kita amalkan Al Qur’ān tersebut.
Perintah dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla supaya kita mentadaburi Al Qur’ān, menunjukkan bahwasanya Al Qur’ān adalah kitābullāh yang bisa dipahami oleh semua kaum muslimin, baik yang awam, yang menuntut ilmu maupun seorang ulamā.
Tentunya dalam hal ini pemahaman antara seorang ulamā dengan seorang penuntut ilmu dengan seorang yang awam ini berbeda-beda.
Satu ayat dibaca oleh seorang ulamā dan dibaca oleh seorang penuntut ilmu, dibaca oleh seorang yang awam tentunya pemahaman masing-masing berbeda-beda sesuai dengan apa yang Allāh berikan kepada mereka.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah memudahkan Al Qur’ān untuk dipahami dan Allāh memerintahkan untuk mentadaburinya.
Demikian pula firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
إِنَّآ أَنزَلْنَـٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّۭا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’ān dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya” (QS. Yūsuf: 2)
Ta’qilun (تَعْقِلُونَ) artinya supaya kita mengakali, memahami, mentadaburi
Inilah yang disampaikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla bahwasanya Al Qur’ān mudah untuk dipahami.
Berbeda dengan yang diucapkan oleh sebagian manusia yang mereka mengatakan bahwasanya Al Qur’ān dan Sunnah hanya dimengerti dan dipahami oleh seorang mujtahid mutlaq, yang tidak memiliki sifat-sifat tertentu sebagaimana dikatakan oleh Syaikh disini yang mungkin tidak dimiliki oleh seseorang seperti Abū Bakar dan juga Umar radhiyallāhu ta’āla ‘anhumā.
Seorang tābi’in yang bernama Abū Abdurrahmān As Sulami beliau mengatakan:
حدثنا الذين كانوا يقرئوننا القرآن : عثمان بن عفان وعبد الله بن مسعود وغيرهما أنهم كانوا إذا تعلموا من النبي صلى الله عليه وسلم عشر آيات لم يتجاوزوها حتى يعلموا ما فيها من العلم والعمل
“Telah mengabarkan kepada kami orang-orang yang mengajarkan kepada kami Al Qur’ān dari kalangan shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam seperti Abdullāh bin Mas’ūd, Utsmān bin Affān, dan selain keduanya bahwasanya mereka dahulu apabila mempelajari 10 ayat dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam maka mereka tidak akan berpindah dari 10 ayat tersebut, sampai mempelajari apa yang ada didalam 10 ayat tersebut baik ilmunya maupun amalnya”
Artinya mereka berusaha untuk memahami 10 ayat yang mereka dapat dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan berusaha untuk mengamalkan 10 ayat tersebut.
Tidak berpindah kepada ayat yang lain kecuali setelah mereka memahami dan kecuali setelah mereka mengamalkan 10 ayat tersebut.
Oleh karena itu apabila ada diantara shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang menghapal sebuah surat, maka ketahuilah bahwasanya dia memahami ayat tersebut, memahami surat tersebut dan juga mengamalkan apa yang ada didalamnya.
Apabila ada seorang shahābat Nabi yang menghapal surat Al Baqarah atau menghapal surat Āli Imrān, berarti dia telah memahami isinya dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya.
Oleh karena itu orang yang menghapal surat Al Baqarah dan Āli Imrān diantara kalangan shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, itu menjadi orang yang memiliki kedudukan yang tinggi disisi para shahābat radhiyallāhu ta’āla ‘anhum.
Karena mereka menghapal, bukan hanya menghapal, mereka menghapal Al Qur’ān, memahami isinya dan juga mengamalkan apa yang ada didalamnya.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]