Apabila seseorang mengatakan, kita memerlukan perantara kepada Allah sebagaimana kita memerlukan perantara ketika akan berbicara dengan presiden, maka dia telah menyamakan Allah dengan makhluk. Padahal Allah berfirman,
لَیۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَیۡءࣱۖ وَهُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ
[Surat Asy-Syura 11]
“Tidak ada yang serupa dengan Allah. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Oleh karena itu, Allah menyuruh kita berdo’a kepada-Nya langsung tanpa perantara. Allah berfirman,
(وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِیۤ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ )
[Surat Ghafir 60]
“Dan Rabb kalian telah berkata, ‘Berdo’alah kalian kepada-Ku niscaya aku akan mengabulkan do’a kalian.’”
Allah tidak mengatakan, ‘Berdo’alah kalian kepada-Ku dengan perantara’ tapi Allah berkata, ‘Berdo’alah kepada-Ku niscaya aku akan mengabulkan’.
Dan Allah juga berfirman di dalam ayat yang lain,
(وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِی عَنِّی فَإِنِّی قَرِیبٌۖ أُجِیبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ)
[Surat Al-Baqarah 186]
“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka beritahukanlah kepada mereka, sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan do’a orang yang berdo’a apabila berdo’a kepada-Ku.”
Diantara mereka ada yang beralasan bahwa kita adalah hamba yang berdosa dan banyak maksiat. Apabila kita berdo’a sendiri maka Allah tidak mengabulkan dan kita tidak diampuni dosanya sehingga kita harus punya perantara.
Maka kita katakan, selama kita mau berdo’a kepada Allah dan masih mengharap kepada Allah, justru itu adalah sebab kita mendapatkan ampunan dari Allah. Sebagaimana dalam hadits qudsi Allah mengatakan,
يَا ابْنَ آَدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنكَ وَلا أُبَالِيْ
“Wahai anak Adam, selama engkau masih berdo’a kepada-Ku dan engkau masih berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosamu, apapun dosa yang engkau lakukan dan Aku tidak akan peduli.” [HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syeikh Al Albani]
Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah akan mengampuni dosa kita selama kita masih mau berdo’a kepada-Nya dan masih mengharap kepada Allah. Bukan justru kita membuat perantara antara kita dengan Allah di dalam ibadah.
Saudaraku, marilah kita kembali kepada Al Qur’an dan Hadits untuk mengetahui cara meraih syafa’at.
Ketahuilah, bahwa untuk mendapatkan syafa’at di hari kiamat, syaratnya adalah mentauhidkan Allah.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
“Setiap Nabi memiliki do’a yang mustajab. Dan masing-masing dari Nabi telah menyegerakan do’anya di dunia. Dan sesungguhnya aku menyimpan do’aku di hari kiamat sebagai syafa’at bagi umatku. Maka syafa’atku tersebut akan diberikan Insya Allah kepada umatku yang meninggal dunia dan dia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah sedikitpun.” [HR Muslim]
Dalam hadits yang lain ketika Beliau ditanya oleh Abu Huroiroh,
من أسعدُ النَّاسِ بشفاعتِك يومَ القيامة؟
“Siapakah orang yang paling gembira mendapatkan syafa’atmu di hari kiamat?”
Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
مَن قَالَ لا إلهَ إلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِن قَلبِهِ
“Orang yang mengatakan لا إلهَ إلَّا اللَّه ikhlas dari hatinya.” [HR Al Imam Al Bukhari]
Maksudnya di sini adalah mentauhidkan Allah Azza wa Jalla. Inilah modal utama untuk mendapatkan syafa’at di hari kiamat. Oleh karena itu, masing-masing kita hendaknya mempersiapkan diri dengan bertauhid, mempelajarinya, istiqomah di atasnya sampai meninggal dunia.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Nawaqidul Islam]