Halaqah 08: Pengantar Al Ushulu Ats Tsalatsah Bagian 8 Tiga Perkara yang Wajib Dipelajari dan Diamalkan (3)

Pengantar Al Ushulu Ats Tsalatsah Bagian 8 Tiga Perkara yang Wajib Dipelajari dan Diamalkan (3)
Kemudian beliau mengatakan,
الثانية: أَنَّ اللهَ لا يَرْضَىٰ أَنْ يُشْرَكَ مَعَهُ أَحَدٌ فِي عِبَادَتِهِ؛ لا مَلَكٌ مُقَرَّبٌ، وَلا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ
Kata beliau, yang ke dua yang hendaknya kita pelajari dan kita ketahui dan kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari,
“Bahwasanya Allah tidak ridho disekutukan bersamanya seorang pun di dalam ibadahnya,”
Tidak ridho dan Allah tidak cinta dengan perbuatan tersebut, seorang pun, dan ini umum baik pohon atau batu atau makhluk yang lain – فِي عِبَادَتِه – di dalam ibadahnya.”
Yang Allah ridhoi dari kita apabila kita hanya menyerahkan ibadah ini kepada Allah semata, tidak memberikan secuil pun, sedikit pun dari ibadah yang kita lakukan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
لا مَلَكٌ مُقَرَّبٌ، وَلا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ
“Tidak ridho, baik disekutukan dengan seorang malaikat yang – مُقَرَّبٌ – yang sangat dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala,”
وَلا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ
“Demikian pula Allah tidak ridho apabila disekutukan dengan seorang yang paling mulia pun seperti seorang Nabi yang diutus.”
Kita tahu bahwasanya malaikat dan para Nabi adalah makhluk Allah yang paling mulia. Tidak ada yang lebih mulia daripada malaikat dan juga para Nabi. Para malaikat, mereka adalah makhluk yang Allah ciptakan untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
۞… لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُون
[QS. At Tahrim 6]
“Mereka tidak berbuat maksiat kepada Allah dan senantiasa melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka.”
عباد مكرمون
“Hamba-hamba Allah yang dimuliakan,”
Demikian pula para Nabi, mereka adalah makhluk Allah, manusia yang paling afdhol di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diantara manusia yang sekian banyak jumlahnya, yang paling afdhol dan paling utama adalah para Nabi. Dan yang paling afdhol diantara para Nabi adalah Ulul Azmi (Nabi Nuh ‘alaihissalam, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Nabi Musa ‘alaihissalam, Nabi Isa, dan juga Nabi kita Nabi Muhammad ﷺ).
Dan yang paling afdhol diantara Ulul Azmi adalah dua orang, yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan juga Nabi Muhammad ﷺ. Dan keduanya adalah Kholilullah/Kholilurrohman.
Dan yang paling afdhol antara keduanya yaitu antara Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad ﷺ adalah Nabi kita Muhammad ﷺ dan Beliaulah سيد ولد آدم pemukanya anak Adam.
Namun bagaimanapun tinggi derajat Beliau ﷺ maka Allah tidak ridho apabila di dalam ibadahnya, Allah disekutukan dengan seorang makhluk pun baik itu seorang Nabi atau setingkat malaikat.
Benar meraka adalah sangat dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sangat didekatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi di dalam masalah ibadah maka ibadah ini adalah hak istimewa bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Allah tidak berikan kepada yang lain, bahkan kepada seorang Nabi sekalipun.
Seandainya ada seorang hamba/makhluk menyerahkan sebagian ibadahnya kepada selain Allah, baik itu kepada seorang malaikat maupun seorang Nabi, maka ini adalah perkara yang tidak diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan marah. Dan ini masuk ke dalam kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Taala, yang Allah kabarkan di dalam Al-Qur’an.
۞ إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
[QS An-Nisa 48]
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan masih mengampuni dosa yang lain bagi siapa yang dikehendaki.”
Diantara bahaya syirik (menyekutukan Allah)bahwasanya Allah tidak akan mengampuni pelakunya. Apabila meninggal dalam keadaan berbuat syirik, maka tidak ada harapan baginya di akhirat mendapatkan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan di dalam ayat yang lain Allah mengatakan,
۞ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
[QS Al-Maidah 72]
“Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan baginya surga.”
Artinya tidak mungkin masuk ke dalam surga yang dimiliki Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila seseorang diharamkan masuk ke dalam surga, maka darimana dia akan bisa masuk ke dalam surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala?
وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Dan tempat kembalinya adalah neraka,”
وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Dan tidak ada penolong orang-orang yang berbuat dholim.”
Meskipun dia menyekutukan Allah dengan seorang Nabi pun atau seorang malaikat sekalipun.
Apabila kita tidak boleh menyekutukan Allah dengan seorang Nabi dengan seorang malaikat yang mereka tentunya adalah makhluk yang paling afdhol, maka tentunya menyekutukan Allah dengan makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada seorang Nabi, seorang malaikat, lebih tidak diperbolehkan. Seperti seorang wali yang tentunya derajatnya lebih rendah daripada Nabi atau orang sholeh yang lain yang tentunya lebih rendah derajatnya daripada Nabi ﷺ.
Apalagi menyekutukan Allah dengan makhluk yang terlaknat seperti dengan syaithan yang dilakukan oleh sebagian orang yang menyembah syaithan atau jin, atau menyekutukan Allah dengan makhluk yang tidak bisa berbicara, yang tidak hidup, menyekutukan Allah dengan batu atau dengan benda-benda yang lain.
Kemudian beliau mengatakan,
و الدليل قوله تعالى
۞ وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
[QS Al Jin 18]
Dalilnya, kata beliau, adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,
“Dan sesungguhnya الْمَسَاجِد adalah لِلَّهِ ”
Yang dimaksud الْمَسَاجِدَ di sini ada yang mengatakan adalah masjid, yaitu bangunan yang digunakan untuk beribadah (untuk sholat), dan ada yang mengatakan bahwasanya الْمَسَاجِد di sini adalah anggota badan yang digunakan untuk bersujud kepada Allah.
فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Maka janganlah kalian berdo’a bersama Allah seorang pun.”
Artinya tidak boleh berdo’a dan menyembah kepada selain Allah di dalam ibadahnya kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Terkadang menyembah kepada Allah dan terkadang menyembah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, hal ini termasuk kesyirikan.
Firman Allah أَحَدًا artinya seorang pun, dan ini mencakup Nabi maupun malaikat maupun makhluk-makhluk yang lain.
Ini adalah perkara yang ke dua yang diwajibkan bagi seorang muslim dan juga muslimah untuk mempelajarinya.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top