Halaqah yang ke-15 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan
وعن أبي الدردا رضي الله عنه قال
Dan dari Abu Darda semoga Allāh ﷻ meridhoinya, beliau berkata
كيف يعيبون سهر الحمقى وصومهم؟
Bagaimama mereka tertipu dengan begadangnya orang² yang – الحمقى – (lawan dari الأكياس) orang yang tidak cerdas/bodoh, mereka justru yang asalnya amalan tersebut adalah ibadah yang harusnya mereka dapat pahala justru menjadi Azab atau bahkan justru menjadi sebab mereka masuk kedalam neraka, bagaimana itu?
Ketika misalnya mereka salah di dalam niat. Berpuasa tetapi tidak ada niat untuk mendapatkan pahala, karena orang lain mereka berpuasa dibulan Ramadhan maka dia juga ikut berpuasa.
Tidak ada ikhtisaban, pahala puasa itu bagi orang yang ikhtisaban
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
Kalau tidak ada – احْتِسَابًا -hanya sekedar adat istiadat / kebiasaan karena mereka semua puasa maka dia tidak akan mendapatkan pahala puasa yaitu
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Ini bagi orang puasa – احْتِسَابًا – .
Demikian pula orang yang sahar, mereka begadang (untuk shalat malam diantaranya) kalau tidak ada – احْتِسَابًا – tidak akan mendapatkan pahala & Nabi ﷺ mengatakan
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
Orang yang shalat malam karena ihtisab, kalau tidak ihtisab tidak mendapat pahala yang dicantumkan di dalam hadits tadi bahkan ada diantara mereka yang justru menjadi sebab dia mendapatkan maksiat dan juga dosa, kapan?
Ketika dia melakukan amalan tadi tidak diatas Islām/tidak diatas Sunnah tapi melakukannya dengan kebida’ahan maka ini justru mendapatkan dosa, shalat selama 1 malam tetapi dengan cara yang bid’ah, selama satu malam dia begadang dalam rangka niatnya beribadah tapi karena dilakukan tidak diatas Islām sehingga justru menjadi sebab dia berdosa dan ini menjadi sebab dia masuk kedalam neraka.
Ini adalah perilaku – الحمقى – (perilaku orang² yang bodoh) orang² yang tidak cerdas, kenapa?
Pertama mungkin salah dalam bathinnya (shaum atau melakukan shalat malam tetapi salah dalam bathinnya berarti tidak sesuai dengan Islām)
Kedua atau salah di dalam dhohirnya tidak sesuai Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ
Ketiga atau salah kedua²nya baik dhohirnya maupun bathinnya.
Maka ini adalah prilaku الحمقى bagaimana mereka tertipu dengan begadangnya orang² yang – الحمقى – tadi & puasa mereka tidak akan tertipu mereka.
Ini menunjukan tentang keutamaan Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ, kalau memang dia berpegang dengan Islām sesuatu yang asalnya mubah bisa menjadi pahala, jika niatnya benar.
ولمثقال ذرة من بر مع تقوى ويقين، أعظم وأفضل وأرجح عند الله من عبادة المغترين
Dan satu Dzarroh (semut) yang dikenal oleh orang arab, mereka mengatakan semut kecil itu dengan Dzarroh (jangan di artikan biji sawi atau semisalnya) Dzarroh disini menunjukan tentang kecilnya, seberat semut (yang diukur disini beratnya) kalau itu amalan diiringi dengan – بر وتقوى ويقين – maka itu lebih besar pahalanya & lebih afdhol disisi Allāh ﷻ & lebih berat disisi Allāh ﷻ dari pada Ibadahnya orang² yang mughtarin, البر وتقوى masuk di dalamnya adalah makna Islām, البر apabila dia digabungkan dengan taqwa maka makna البر adalah menjalankan perintah & taqwa adalah menjauhi larangan.
Maksudnya adalah menjalankan perintah sesuai dengan Islām dan menjauhi larangan sesuai dengan Islām, sebagian mengartikan taqwa
أن تعمل بطاعة الله على نور من الله
Diatas cahaya dari Allāh ﷻ maksudnya adalah sesuai dengan Islām sesuai yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
Disertai dengan keyakinan – ويقين -. Kalau dilakukan meskipun amalan tersebut hanya sebesar/seberat semut tapi diiringi dengan Bir & Taqwa (maksudnya disini adalah Islām itu sendiri) jadi المغترين disini bisa dia maghrur dengan disebabkan salah niatnya meskipun amalannya sesuai dengan sunnah, ada orang yang maghrur ada yang mukhtar (tertipu) niatnya benar ingin mengharapkan pahala dari Allāh ﷻ tetapi dia melakukan itu tidak sesuai dengan sunnah. Maka dua²nya adalah mughtar tidak diterima amalannya.
Adapun orang yang melakukan amalan yang sedikit tapi sesuai dengan Islām (dzhohir maupun bathin) maka dia mendapatkan pahala. Dan ucapan ini (ucapan Abu Darda) diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya di dalam kitab beliau al Yaqin dan juga Abu Nu’aim di dalam Hilyatul auliya dan kitab² yang lain. Allāhu ta’ala a’lam.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]