Halaqah 27: Bab 03 Tafsirul Islam – Pembahasan Dalil Kedua Hadits Shohih Riwayat Umar Bin Khattab Radhiyallohu ‘Anhu

Halaqah 27: Bab 03 Tafsirul Islam – Pembahasan Dalil Kedua Hadits Shohih Riwayat Umar Bin Khattab Radhiyallohu ‘Anhu
Halaqah yang ke-27 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Hadits yang pertama – وفي الصحيح – di dalam Shahih, beliau mengatakan,
عن بْنِ عمر رضي الله عنهما
أن رسول الله ﷺ قال:
Bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
الإسلام: أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلاً.
_Islām adalah engkau bersyahadat bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh ﷻ & bahwasanya Muhammad adalah Rasulullāh, engkau mendirikan shalat, membayar Zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan berhaji ke baitullah apabila engkau mampu menuju ke sana_
Lafadz ini disini beliau mengatakan ‘an Ibnu Umar, padahal Haditsnya Ibnu Umar bukan demikian bunyi nya, bunyinya (bunial Islām alkhomsi).
Hadits nya Ibnu Umar yang meriwayatkan Bukhari dan Muslim, adapun hadits nya Umar yang meriwayatkan adalah Al Imam Muslim. Haditsnya Umar bin Khattab Radhiyallāhu Anhu diriwayatkan dari anaknya (Abdullah bin Umar) , ada kisahnya ketika Abdullah bin Umar didatangkan oleh dua orang, Yahya ibn ya’mar dan juga Khumaidi bin Abdurrahman Al Himyati ketika ketika terjadi fitnah Al Qodariyah di Ba’shroh yang dibawa dan diusung oleh Ma’bad Al Juhani, Maka keduanya niat jika bertemu dengan salah seorang dari sahabat Nabi ﷺ mereka ingin bertanya, karena tentunya para sahabat mereka lebih tahu dan mereka yang bertemu dengan Nabi ﷺ.
Dalam keadaan mereka berhaji/Umroh,
فَقُلْنَا
kami mengatakan
لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلَاءِ فِي الْقَدَرِ،
Kalau ada salah seorang Sahabat Rasulullāh ﷺ yang bertemu dengan kita maka kita akan bertanya kepada beliau tentang apa yang diucapkan oleh Al Qodariyyah,
فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُاللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
Maka kami bertemu dengan Abdullah Ibn Umar Ibn Khotob
دَاخِلًا الْمَسْجِدَ،
di dalam Masjidil Harom
فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا وَصَاحِبِي، أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ، وَالْآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ،
Maka kamipun mengerumuni (Abdullah Ibnu Umar) satu orang disebelah kanan & satu orang disebelah kiri beliau (ini adalah termasuk adab)
فَظَنَنْتُ أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلَامَ إِلَيَّ،
Maka aku menyangka bahwasanya temanku (Humaid Ibnu Abdurrahman) beliau akan menyerahkan pertanyaannya kepadaku sehingga beliau berbicara (mungkin melihat gerak-gerik dari Humaid Ibnu Abdurrahman) dari sana dia faham bahwasanya dia ingin menyerahkan yang mewakili pertanyaannya adalah Yahya bin Ya’mar, terkadang kita melihat dari wajahnya, gerak-gerik nya kita tahu maksud dari teman, kita harus memahami keadaan.
Maka aku berkata
فَقُلْتُ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ،
Wahai Abu Abdurrahman telah muncul dari arah kami (Ba’shroh) orang² yang mereka membaca Al-Quran (orang² Qodariyyah juga membaca Al-Quran)
وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ،
Seakan² mereka juga membawa Ilmu
وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لَا قَدَرَ، وَأَنَّ الْأَمْرَ أُنُفٌ.
Kemudian diceritakan tentang mereka dan bahwasanya mereka menyangka bahwasanya tidak ada takdir dan bahwasanya seluruh perkara ini terjadi dengan begitu saja, tidak disertai atau tidak didahului dengan penulisan Takdir, kemudian disini Abdullah bin Umar (ringkas cerita nya) Beliau mengabarkan kepada mereka,
فَقَالَ: إِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي،
_kalau kalian bertemu mereka, kabarkan bahwasanya aku yaitu Abdullah bin Umar berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dari aku_
Artinya apa yang mereka lakukan bukan aqidahnya Abdullah bin Umar, seorang Sahabat Rasulullāh ﷺ yang langsung bertemu dengan Nabi ﷺ,
وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ، مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ.
Dan Demi Dzat yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya kalau seandainya salah seorang diantara mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud emas kemudian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud tadi, maka Allāh ﷻ tidak akan menerima darinya sampai dia beriman dengan Takdir,
ثُمَّ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ،
Kemudian beliau mengatakan – حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ – telah menceritakan kepadaku bapak ku Umar bin Khattab,
قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
Baik disini Abdullah bin Umar meriwayatkan dari dari Umar bin Khattab, seandainya seperti di dalam hadits ini, – حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ – kemudian beliau mengatakan
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
Kalau ini dimasukkan ke dalam Musnad (Musnad Imam Ahmad misalnya) yang disusun berdasarkan Nama sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut, kira² dia masuk ke Musnad nya siapa? Kita lihat siapa yang menceritakan disini, Umar bin Khattab. Yang melihat langsung kejadian Jibril datang dan seterusnya siapa, Umar bin Khattab. Berarti ini Hadits nya Umar bin Khattab, oleh sebab itu dalam Arbain An Nawawiyah
عن أمير المؤمنين أبي حفص
Jadi Lafadz disini yang disebutkan lafadz nya Umar bin Khattab, ini lafadz nya yang datang dari hadits Jibril, Hadits Jibril adalah hadits nya Umar bin Khattab, adapun haditsnya Abdullah bin Umar maka bunyi nya
بني الإسلام على خمس
Dan kalau haditsnya Umar maka diriwayatkan oleh Imam Muslim, Adapun hadits nya Abdullah Ibnu Umar diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Berarti fi Shahih benar, baik diriwayatkan oleh Bukhori Muslim atau Muslim saja maka ini tidak masalah.
Sekarang jika dia adalah hadits nya Ibnu Umar maka maka harusnya lafadz
بني الإسلام على خمس
Kita anggap ini adalah Hadits nya Umar bin Khattab
أن رسول الله ﷺ قال: الإسلام: أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلاً.
Hadits ini kalau kita sudah belajar Ushul atsTsalasah ini adalah berbicara tentang Islām yang paling khusus yaitu satu tingkatan diatas agama Islām, tingkatan yang paling bawah yaitu tingkatan Al Islām yang memiliki 5 rukun. Kenapa beliau mendatangkan hadits ini, ingin menjelaskan kepada kita bahwasanya Islām ini juga mencakup amalan² yang dzhohir, karena ini adalah bagian atau tingkatan diantara marotib yang ada di dalam Islām, jadi hakikat Islām bukan hanya perkara² yang bathin saja tetapi dia juga mencakup perkara² yang dzhohir, dia bukan hanya
الاستسلام لله بالتوحيد،
Bukan hanya sekedar meyakini Hari Akhir saja, bukan hanya meyakini kebenaran Nabi, bukan hanya meyakini sekedar rububiyah Allāh ﷻ, tapi Islām juga di dalamnya ada amalan² yang dzhohir, inilah kurang lebih yang ingin beliau sampaikan kepada kita, bahwasanya Islām bukan hanya
الاستسلام لله بالتوحيد،
Tapi juga ada konsekuensi² yang lain.
Setelah dua kalimat syahadat ada
وتقيم الصلاة،
kerjakanlah Sholat, bukan hanya mengucapkan
لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله،
Tapi ada konsekuensi amalan dzhohir dan dia adalah amalan dzhohir termasuk yang paling besar,
وتؤتي الزكاة،
Dan harus dia membayar zakat, kalau memang dia termasuk wajib membayar zakat,
وتصوم رمضان،
Dan harus Berpuasa di bulan Ramadhan, kalau dia termasuk yang wajib berpuasa di bulan Ramadhan
وتحج البيت
Engkau Haji ke baitullah, apabila engkau mampu menuju ke sana.
Inilah Islām, Islām memiliki rukun² dan yang paling besar adalah syahadat dan bukan hanya itu saja tapi mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, berhaji ke baitullah ini juga termasuk konsekuensi dari keIslāman seseorang.
Oleh karena itu Syaikh mengatakan
والانقياد له بالطاعة،
Dan harus tunduk Kepada Allāh ﷻ dengan ketaatan, diantara ketaatan adalah mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, Haji adalah bagian dalam ketaatan. Jangan ada yang menyangka bahwasanya Islām hanya sekedar dua kalimat syahadat saja, setelah itu dia tidak melakukan amalan apapun, disamping harus tunduk hati kita kepada Allāh ﷻ dengan tauhid, kita juga harus menundukkan seluruh anggota badan kita untuk Allāh ﷻ, badan dan harta kita harus ditundukkan kepada Allāh ﷻ, keluarkan dari nya zakat, tundukan badan kita dengan berpuasa di bulan Ramadhan, tundukan badan kita dengan berhaji untuk Allāh ﷻ, itulah hakikat dari Islām, bukan hanya sekedar dua kalimat syahadat, kemudian setelah itu sama sekali dia tidak melakukan syari’at dan bukan hanya sekedar keyakinan yang ada di dalam hati kemudian dia tidak mengamalkan apapun.
Berarti disini beliau ingin memberikan kepada kita pengertian Islām yang sebenarnya mencakup amalan yang dzhohir juga, tampakkan ketundukan kita kepada Allāh ﷻ.
Kalau ayat,
أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ ۗ
Islām nya wajah berarti mengharuskan Islāmnya seluruh anggota badan yang lain, baik yang kelihatan maupun yang ada di dalam hati kita, dzhohir dan bathin ini bagian dari Islām, ini adalah tafsir Islām.
Adapun dari hadits ini maka ini beliau ingin mengingatkan kepada kita bahwasanya Islām masuk di dalamnya adalah amalan² yang dzhohir.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top