Halaqah yang ke-34 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mendatangkan hadits yang Shahih
وفي الصحيح عن عائشة رضي الله عنها: أن رسول الله ﷺ قال: من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد].
Hadits ini yaitu Hadits Aisyah diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim yang sudah berlalu dengan lafadz
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Adapun lafadz yang dibawakan oleh beliau maka ini diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dan sudah diterangkan oleh Al Imam an Nawawi dan dia adalah hadits yang ke-5 di dalam Arbain An Nawawiyah dengan lafadz
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
Adalah lafadz Al Imam Muslim, jadi wafii Shahih disini bisa berarti di dalam hadits yang Shahih atau maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan juga Muslim.
عن عائشة رضي الله عنها:
Dari Aisyah Radhiyallāhu ‘Anha bahwasanya Rasulullāh ﷺ bersabda:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا
_Barangsiapa yang mendatangkan/mengamalkan sebuah amalan tidak ada diatasnya perkara kami_
Dan perkara kami maksudnya adalah urusan agama kami, jadi -أمرنا- disini adalah أمرنادين. Maksudnya urusan agama kami yaitu Islām.
_Barangsiapa yang mendatangkan sebuah amalan tidak ada diatasnya agama kami/tidak dinaungi oleh Islām tidak diajarkan oleh agama Islām_
فهو
_maka amalan tersebut_ – هو- disini kembali ke amalan, maka amalan tersebut
رد
Dia adalah amalan yang tertolak.
Kenapa sebab dia tertolak? Karena dia tidak diajarkan di dalam agama Islām, atau tidak dilakukan oleh seseorang & dia dalam keadaan beragama Islām. Barangsiapa yang mengamalkan sebuah amalan sementara orangnya tidak berada di atas agama Islām, mungkin dengan makna inilah kenapa beliau mendatangkan hadits ini, ingin menyebutkan kepada kita tentang kebatilan selain agama Islām.
Barangsiapa yang mengamalkan sebuah amalan, shodaqoh misalnya atau memberi makan orang miskin, menyantuni anak Yatim,
ليس عليه أمرنا
Tetapi dia tidak berada di atasnya agama Islām, tidak dilindungi /naungi oleh agama Islām tapi di naungi oleh selain agama Islām, mungkin dia beramal shaleh tetapi dinaungi oleh agama Kristen, Yahudi, Majusi misalnya,
فهو رد
_Maka amalan tersebut tertolak_
Dan ini menguatkan tentang keutamaan Islām & juga menguatkan tentang wajibnya masuk kedalam agama Islām, karena dengan kita masuk kedalam agama Islām maka ini menjadi sebab diterimanya amalan seseorang, tetapi kalau seseorang masih diluar agama Islām kemudian dia mengamalkan sesuatu maka amalan tersebut adalah amalan yang mardud/ amalan yang tertolak tidak diterima oleh Allāh ﷻ.
ورواه أحمد
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Para Ulama & juga Thulabul Ilm mereka memiliki kebiasaan, apabila sebuah hadits di riwayatkan oleh Al Imam Bukhori dan juga Muslim, maka mereka Mencukupkan diri dengan menyebutkan diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim meskipun itu ada di dalam Abu Dawud, An Nasaii, Ibnu Majah tapi mereka tidak menyebutkan yang demikian mereka mengatakan rowahu Bukhori wa Muslim saja. Atau ketika diriwayatkan oleh Bukhori saja misalnya meskipun itu diriwayatkan oleh Abu Dawud, ath Tirmidzi dan juga yang lain maka mereka mencukupkan diri dengan ucapan akhrojahu Bukhari, demikian pula ketika diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Jadi ketika membaca sebuah kitab dia mengatakan – أخرجه البخاري – misalnya jangan kita menyangka bahwasanya yang meriwayatkan hanya Bukhari saja, mungkin diriwayatkan juga oleh Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan seterusnya. Tapi ketika dia diriwayatkan oleh Bukhari maka kebiasaan yang dilakukan oleh para Ulama ini mereka menyebutkan Shahih Bukhari saja, demikian pula jika diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Oleh sebab itu jika kita membaca kitab kita lihat demikian & ini yang dilakukan oleh para Thulabul Ilm, dikeluarkan oleh Imam Muslim & dia Mencukupkan diri dengan perkataan tersebut tanpa menyebutkan Imam² yang lain yang juga meriwayatkan hadits ini.
Namun disini (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) mengatakan – رواه الإمام أحمد – padahal didepan tadi sudah mengatakan wafi Shahih, beliau menambahkan dengan mengatakan ورواه أحمد diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, kenapa sebabnya demikian? Karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini termasuk Hambali, beliau mempelajari fiqih dasarnya adalah Mazhab Hambali, menisbahkan diri kepada Al Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, dan sebagai mana kita ketahui Al Imam Ahmad bin Hambal adalah sebagai seorang Imam diantara Al ‘immah al-arba’ah, beliau memiliki kitab yang luas yaitu Musnad Al Imam Ahmad.
Dan sebagai seseorang yang tumbuh & berkembang ditengah² ulama yang mereka bermazhab dengan Mazhab Hanabilah dan beliau juga seorang Hambali maka tidak heran apabila mereka punya pengagungan terhadap Imam mereka yaitu Imam Ahmad bin Hambal.
Pengagungan yang masih di dalam batas boleh, bukan pengagungan yang isinya adalah ghuluw berlebih²an terhadap seorang Imam tidak. Apa disini yang beliau lakukan hanya menambahkan saja bahwasanya hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam mazhab kami yaitu Al Imam Ahmad bin Hambal bukan berarti bahwasanya apa yang ada di dalam Musnad Ahmad itu lebih baik dari apa yang ada di dalam Bukhori dan Muslim & dia lebih Shahih (tidak).
Ini adalah sesuatu yang lumrah terkadang kita punya guru misalnya, disebutkan oleh guru yang lebih dikenal & lebih mumpuni cuma kita belajar nya dengan beliau, dengan guru kita, bukan sama guru yang lebih terkenal tadi, kemudian ditambahkan ini disebutkan oleh guru kami yang mulia di dalam kitab beliau ini dan itu, dan maksudnya bukan mendahulukan beliau diatas ulama besar yang lain, tetapi lumrah seorang murid memiliki takdzim terhadap gurunya sehingga beliau menyebutkan disini – ورواه ألإمام أحمد –
Bahkan bukan hanya seperti ini, tetapi sampai dia membuat istilah sendiri seperti yang dilakukan oleh kakek dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyah rahimahumullah yang beliau juga termasuk Hambali yaitu Kitab Al Muntaqo yang disyarah oleh asy Syaukani di dalam Nailul Authar.
Nailul Authar ini adalah kitab nya asy Syaukani beliau menjelaskan mensyarah Kitab nya Ibnu Taimiyah Al Jad/kakeknya dari Ibnu Taimiyah dan judul kitabnya adalah Muntaqol Akbar, beliau mengatakan disini memiliki istilah sendiri di dalam kitab beliau kalau beliau mengatakan mutafaqun alaih maka yang dimaksud adalah disepakati oleh Bukhari, Muslim dan juga Al Imam Ahmad di dalam Musnad nya & tentu nya ini menyelisihi istilah yang dipakai oleh para ulama yang lain, ketika mereka mengatakan Mutafaqun alaih maka maksud nya adalah Bukhori dan Muslim, hanya disini karena beliau adalah seorang Hambali maka beliau memiliki takdzim tentu nya terhadap Imam yang menisbahkan diri beliau kepada imam tersebut dan takdzim disini masih pada kadar yang diperbolehkan, beliau membuat mustholah sendiri, jangan sampai diartikan mutafaqun alaih disini hanya diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim.
Dengan demikian kita sudah menyelesaikan bab yang ke-4 ini yang isinya adalah Ta’kid/penguatan tentang wajibnya memeluk agama Islām dan bahwasanya Islām adalah agama yang Haq adapun agama selain agama Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ setelah diutusnya Nabi ﷺ maka itu adalah agama yang bathil tidak diterima oleh Allāh ﷻ.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]